Bagaimana Kabarmu,
Calon Ibu?
Sebenar-benar tulisan ini adalah tertulis untuk saya pribadi. Namun ada keinginan untuk membagi ilmu ini supaya tak terputus hanya di jari-jari saya yang terbatas kemampuannya, maka semoga tulisan ini dapat kita gunakan sebagai barang bagian, atau harta rampasan yang layak dibagikan.
Akhwatus solihah (perempuan muslim yang baik),
Pertama kali saya mohon maaf apabila dalam saya menuliskan
tema tulisan kali ini ada banyak khilaf. Berharap, semoga tulisan ini bisa
menjadi pemberat timbangan amal saya di hari perhitungan kelak. Aamiin.
Akhwat (perempuan) adalah berlian, dan tak ada berlian yang
tak istimewa. Maka setiap akhwat (baca: perempuan) adalah istimewa.
Apa buktinya bahwa akhwat adalah istimewa? Buktinya bahwa
islam sangat memperhatikan akhwat. Akhwat sangat dihargai oleh Islam,
dilindungi dengan jaminan tinggi. Hal macam apa yang tidak istimewa apabila
dijamin sebegitu besar oleh sebuah sistem yang sempurna (Islam)? Ya, akhwat itu
istimewa.
Lingkungan yang disempurnakan itu
dapat melindungi wanita dengan cara yang sempurna, dan cara yang sempurna itu
apabila dianalogikan ke dalam pembuatan berlian maka dapat menghasilkan berlian
yang paling indah. Bisa dibayangkan sebuah berlian yang diproduksi oleh pabrik
terbaik? Berlian itu bernilai sangat mahal karena kualitasnya yang tinggi.
Seperti itulah akhwat dalam balutan sistem islam yang sempurna. Mungkin biasa
kita bayangkan seperti bidadari.
Di dalam syurga itu ada bidadari-bidadari
yang baik-baik lagi cantik-cantik.
Q.S. Ar Rahman (55): 70
“Di
dalam syurga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan
pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka , dan tidak
pula oleh jin.”
Q.S. Ar Rahman (55): 56
“Dan ada bidadari-bidadari
bermata jeli,”
Q.S. Al Waqi’ah (56): 22
Betapa
cantik bidadari-bidadari itu.
Itu
bidadari. Lalu apa kata Nabi ketika ditanya oleh sahabat, mana yang lebih baik
antara bidadari-bidadari itu dan wanita muslimah yang ada di dunia? Jawab Nabi
Muhammad, wanita muslimah di dunia ini jauh lebih baik dari bidadari-bidadari
itu.
Pertanyaan
besarnya adalah: mengapa? Dan bagaimana
bisa?
Ya, karena wanita muslimah di dunia ini punya satu kelebihan,
yaitu mampu bertaqwa.
:::
Selanjutnya
tentang akhwat, saya tipe orang yang setuju dengan akhwat yang aktif. Jika
banyak orang mengatakan bahwa keaktifan akhwat itu terbatas karena
‘kerempongan’ nya, saya yang akan berada di barisan depan untuk menolak
pendapat itu. Saya bisa melakukannya selama ini, aktif dalam banyak hal, dan
mandiri dalam melakukannya.
Tapi
dibalik semua itu, kita sebagai akhwat memiliki tugas besar yang tak kalah
istimewa. Tugas itu adalah: Menjaga diri sendiri.
Akhwat,
bagaimana kabar badan? Bagaimana kabar pikiran? Bagaimana kabar hafalan?
Bagaimana kabar ilmu? Bagaimana kabar kamar?
“Al-ummu
madrosatul uula… Ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya.”
Inilah istimewanya akhwat.
Ia punya proyeksi besar di masa depan, sebagai seorang ibu bagi anak-anaknya.
Hal ini sekaligus menjawab mengapa seorang akhwat harus menjaga diri. Karena
diri seorang akhwat adalah investasi besar peradaban di masa mendatang.
Bayangkan
ketika ada orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya, mereka pasti akan
memilih sekolah yang terbaik, terlebih pada jenjang sekolah yang pertama, SD.
Orang tua itu akan memilihkan SD terbaik bagi anaknya.
Sama
dengan kita, kita sendiri kelak ingin sekali anak-anak kita ketika baru lahir
langsung ‘bersekolah’ di sekolah terbaik. Sedangkan ketika anak kita baru
lahir, sekolah pertama yang ditemuinya adalah ibunya, ya kita sendiri. Tidakkah
kita ingin menjadi sekolah terbaik baginya? Tentu ingin.
Menempa
diri sejak sekarang untuk mendapat akreditasi “A” sebagai sekolah terbaik untuk
anak-anak kita seharusnya bukan lagi tinggal wacana. Terus bergerak tuntaskan
perubahan menjadi layak. Urus administrasi sebagai syarat-syarat ter akreditasi
“A”, bacaan alqur’annya, hafalan alqur’annya, amalan-amalan sunnahnya, perilakunya,
kebiasaannya, pola pikirnya, dan semua administrasi yang diperlukan agar Allah
meng ACC kelak anak-anak kita adalah seorang ‘alim (berilmu) seperti para
ulama, tidak lain karena didikan kita.
Perjalanan saya berhari-hari ke luar kota Jogjakarta, mencoba mencari jawaban dari sekian banyak pertanyaan yang berkecamuk dalam pikiran akhirnya memberikan saya setumpuk pencerahan.
Depok mengisahkan anak-anak manusia yang dididik dengan didikan berbeda-beda. Depok berkisah kepada saya tentang, "Bagaimana seorang anak ketika dewasa? adalah tergantung seperti apa ibu nya."
Tergantung seperti apa ibunya mendidik ia di waktu kecil. Dan dengan penuh keyakinan saya mengambil kesimpulan, bahwa sekarang bukanlah waktu yang terlalu cepat untuk kita memikirkan bagaimana anak kita kelak? Dan ini bukan hal yang tabu sama sekali, melainkan ini menjadi bahasan yang sangat penting.
Jika pendidikan seorang anak tergantung kepada seperti apa ibu nya, maka seperti apa ibunya tergantung pada seperti apa masa muda ibu nya. Karena sebuah kebiasaan (habit) terlahir oleh perilaku yang diulang-ulang. Semakin lama mengulang-ulang perilaku itu maka akan semakin kuat kebiasaan itu tertanam dalam diri kita.
Depok berkisah kepada saya betapa tugas seorang ibu sangat berat. Saya tidak bohong.
Pernah bermain Pou?
Ya, Pou yang tak bisa apa-apa kita rawat, beri makan, mandikan, kita obati kala sakit, lalu setelah kita melakukan semua itu, kita mampu melihat perkembangan dari Pou, apakah ia bertambah besar, bertambah bersih, dan lain sebagainya.
Bisa membayangkan kita memiliki anak yang kita rawat dari umur 0 hari sampai kelak menjadi besar? Apa yang menjadi kebiasaan ibu nya lah yang akan menentukan kepribadian anaknya.
Ibu nya mengajarkan anak untuk berkata "Bunda" maka sampai besar ia akan memanggilnya Bunda, Ibunya marah di hadapan orang lain, anak akan melihat bagaimana ibu nya marah, maka ketika dia marah, ia akan meniru apa yang dilakukan ibunya (jadi jangan mudah marah). Ibu nya memperdengarkan bacaan alqur'an di waktu senggangnya, anaknya akan terbiasa dengan surat-surat dalam alqur'an, dan bukan terbiasa dengan lagu-lagu pop kebanyakan.
Sekarang adalah waktu yang tepat untuk memikirkan dan merancang sekolah terbaik itu bukan? Dimulai dari kebiasaan. Terpenting adalah memperbaiki intensitas kita dengan Al-Qur'an, karena kelak jika kita mengajarkan Al Qur'an kepada anak-anak kita, maka yang menjaga anak-anak kita bukanlah kita saja, melainkan Allah yang akan menjaganya, karena Allah menjaga orang yang dekat dengan Al Qur'an.
Perjalanan saya berhari-hari ke luar kota Jogjakarta, mencoba mencari jawaban dari sekian banyak pertanyaan yang berkecamuk dalam pikiran akhirnya memberikan saya setumpuk pencerahan.
Depok mengisahkan anak-anak manusia yang dididik dengan didikan berbeda-beda. Depok berkisah kepada saya tentang, "Bagaimana seorang anak ketika dewasa? adalah tergantung seperti apa ibu nya."
Tergantung seperti apa ibunya mendidik ia di waktu kecil. Dan dengan penuh keyakinan saya mengambil kesimpulan, bahwa sekarang bukanlah waktu yang terlalu cepat untuk kita memikirkan bagaimana anak kita kelak? Dan ini bukan hal yang tabu sama sekali, melainkan ini menjadi bahasan yang sangat penting.
Jika pendidikan seorang anak tergantung kepada seperti apa ibu nya, maka seperti apa ibunya tergantung pada seperti apa masa muda ibu nya. Karena sebuah kebiasaan (habit) terlahir oleh perilaku yang diulang-ulang. Semakin lama mengulang-ulang perilaku itu maka akan semakin kuat kebiasaan itu tertanam dalam diri kita.
Depok berkisah kepada saya betapa tugas seorang ibu sangat berat. Saya tidak bohong.
Pernah bermain Pou?
Ya, Pou yang tak bisa apa-apa kita rawat, beri makan, mandikan, kita obati kala sakit, lalu setelah kita melakukan semua itu, kita mampu melihat perkembangan dari Pou, apakah ia bertambah besar, bertambah bersih, dan lain sebagainya.
Bisa membayangkan kita memiliki anak yang kita rawat dari umur 0 hari sampai kelak menjadi besar? Apa yang menjadi kebiasaan ibu nya lah yang akan menentukan kepribadian anaknya.
Ibu nya mengajarkan anak untuk berkata "Bunda" maka sampai besar ia akan memanggilnya Bunda, Ibunya marah di hadapan orang lain, anak akan melihat bagaimana ibu nya marah, maka ketika dia marah, ia akan meniru apa yang dilakukan ibunya (jadi jangan mudah marah). Ibu nya memperdengarkan bacaan alqur'an di waktu senggangnya, anaknya akan terbiasa dengan surat-surat dalam alqur'an, dan bukan terbiasa dengan lagu-lagu pop kebanyakan.
Sekarang adalah waktu yang tepat untuk memikirkan dan merancang sekolah terbaik itu bukan? Dimulai dari kebiasaan. Terpenting adalah memperbaiki intensitas kita dengan Al-Qur'an, karena kelak jika kita mengajarkan Al Qur'an kepada anak-anak kita, maka yang menjaga anak-anak kita bukanlah kita saja, melainkan Allah yang akan menjaganya, karena Allah menjaga orang yang dekat dengan Al Qur'an.
*mungkin akan ada tulisan bagaimana kabarmu Ikhwan (laki-laki)?
0 comments:
Posting Komentar