Selasa, 03 Februari 2015

Khidmat nya Orang Budha (itu) Beribadah...

Bismillahirrahmanirrahim...

Saat itu, ada seorang adik yang bercerita. Kebetulan adik ini adalah seorang jurnalist di lembaga press di sebuah kampus di Jogjakarta. "Aku mau cerita mbak..." begitu ia membuka percakapan dengan antusias.

"Kemarin aku mewawancarai orang Bali, yang sedang beribadah di pinggir pantai. Wawancara soal kebudayaan sana," antusiasnya menaik.

"Selesai wawancara aku nyeletuk, Pak, bapak tetap beribadah sementara orang-orang lalu lalang di sekitar bapak," ceritanya itu membuatku ikut antusias.

"Lho mbak, saya kan ibadah buat Tuhan, ya saya gag akan malu dan gag akan terganggu sama orang-orang di sekitar saya, gitu mbak, kata bapaknaya, bapaknya khusyuk banget sambil pegang dupa, aku sebagai orang islam jadi malu banget..." nada berceritanya menaik.

::::

Jika difikir, benar juga, terkadang saya sendiri dan teman-teman yang beragama islam tidak PD ketika harus beribadah di hadapan banyak orang. Sedangkan bapak yang diwawancarai ini, mengeluarkan pernyataan yang MJJ (Mak Jleb Jleb), "Lho kan saya ibadah untuk Tuhan mbak."

Malu kepalang malu.
Sungguh, tidak dipungkiri, (terkadang) perbedaannya jauh. Si Bapak dengan dupa nya ini melakukan gerakan-gerakan ibadah dengan sangat khidmat, sedangkan ketika menengok ke masjid, ada banyak orang (yang mungkin termasuk saya juga) beribadah solat dengan gerakan seadanya atau bahkan sangat cepat tanpa diperhatikan gerakannya.

Kata ustad, seorang muslim itu ada 3 kriteria. Kriteria pertama adalah Islam yaitu orang yang bersyahadat (kita semua yang muslim masuk kriteria ini). Kriteria selanjutnya adalah Iman yaitu orang yang melakukan amalan solih (baik) setelah bersyahadat (semoga kita sudah mampu masuk kriteria ini). Kriteria selanjutnya adalah Ihsan yaitu orang yang telah bersyahadat, telah beramal solih, dan yang terpenting adalah ketika ia beribadah kepada Allah seolah-olah ia melihat Allah, atau jika tidak dapat merasa seolah-olah melihat Allah, ia merasa bahwa sesungguhnya Allah melihatnya (ini dia kriteria tertinggi seorang muslim).

Jika dianalogikan dalam pekerjaan kita, ketika kita bekerja, dan pekerjaan kita dilihat oleh atasan kita, maka kita pasti akan bekerja sebaik-baiknya, berusaha tak ada cacat, berusaha tak melakukan kesalahan, kita melakukan dengan gerakan terbaik, dengan tutur terbaik.

Begitu lah seorang ihsan beribadah, memperhatikan seluruh bagian dari ibadahnya, berusaha melakukan yang terbaik, menghayati apa  yang dilakukannya.

Barangkali si Bapak pembawa dupa tadi adalah orang yang berderajat ihsan dalam agamanya.

Ibadah kita adalah cerminan dari derajat yang kita punya. Derajat islam, derajat iman, atau dearajat ihsan.

Semoga kita dapat menjadi muslim yang ihsan... aamiin...

0 comments:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Templates | Bloggerized by Free Blogger Templates | Web Hosting Comparisons