Senin, 02 Februari 2015

Jangan Seperti Burung Kakak Tua (itu)

Bismillahirrahmanirrahim...

Saya tertarik dengan cerita ini, cerita pendek tapi berkesan. Cerita ini berkisah tentang Seorang ulama dan burung kakak tua peliharaannya.

Seorang ulama memelihara seekor burung kakak tua. Ketika ulama tersebut mengajar para santri nya di kelas, beliau selalu membawa burung kakak tua tersebut. Hingga pada akhirnya burung kakak tua itu bisa menirukan do'a-do'a yang disampaikan oleh sang ulama. Seperti dzikir singkat (Astaghfirullah, Subhanallah, Lailahaillallah Muhammadurrasulullah). Tentu hal itu menjadi hal yang menggembirakan. Itu mengapa sang Ulama sangat sayang dengan burung kakak tuanya itu.

Sampai suatu saat, burung kakak tua itu mati karena diterkam anjing dan berteriak-terak keras. Maka Sang ulama sangat bersedih. Para santri nya mencoba menghiburnya dengan berbagai cara. Salah satu santri nya mengatakan, "Biar kami carikan yang baru ustadz,"

Namun jawaban sang Ulama agaknya membuat para santri nya terkejut.
"Tidak. Tidak perlu. Aku bersedih bukan karena kehilangan burung kakak tua itu. Tapi aku bersedih karena ketika burung itu diterkam, ia berteriak-teriak keras. Namun apa yang ia teriakkan bukanlah do'a-do'a yang ia hafal selama ini, melainkan ia hanya berteriak-teriak merintih kesakitan tak karuan, hingga akhirnya ia meninggal."

::::

Ya, kita sudah rutin menjalankan solat, kita sudah hafal beberapa do'a harian, kita pun fasih membaca beberapa surat dalam Al Qur'an. Mungkin hal itu pun bisa dilakukan oleh burung kakak tua. 

Lalu samakah kita dengan burung kakak tua?

Sang ulama bersedih karena ternyata meskipun burung kakak tua kesayangannya hafal beberapa do'a namun itu tidak masuk sampai ke dalam hati, hanya sampai di mulut saja. Hal itu yang menyebabkan burung kakak tua milik sang ulama tak mampu mengatakan satu pun do'a yang dihafalnya ketika meninggal. -Karena do'a yang dihafal tidak sampai masuk ke dalam hati.-

Bagaimana pun kita berbeda dengan burung kakak tua. Manusia memiliki hati, yang bisa meresapi apa-apa yang ia pelajari, termasuk do'a.

Kenapa kita tidak menghayati mulai dari sekarang?

Ketika saya memasuki sebuah masjid, terlihat ada seorang lelaki duduk bersimpuh di tempat sujudnya. Ia sedang melakukan usaha. Menghayati itu perlu usaha. Semakin cepat kita memulai usaha maka semakin besar peluang kita menjadi pelaku perubahan, minimal perubahan dalam diri kita.

Bukankah kita tak ingin berakhir seperti si burung kakak tua? Hidup keseharian dipenuhi do'a namun mati dalam keadaan mulut tak dapat mengucapkan satu pun kata dari nya.
Jangan seperti burung kakak tua (itu).

(Sekali lagi) Penghayatan tak bisa dilakukan tanpa usaha.

0 comments:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Templates | Bloggerized by Free Blogger Templates | Web Hosting Comparisons