Jumat, 15 April 2016

Baju Zhirah dan Gaun Pengantin

Hari ini, adalah hari yang di luar rencana. Aku sudah menyusun sedemikian rupa rencana untuk satu hari, ternyata berrubah semua. Musibah. Tak di sangka memang, aku harus mengganti keseluruhan rencana.

Dari pagi perjuangan sudah dimulai, memotong jam ujian tahfidz, yang seharusnya selesai 06.15 aku memutuskan pergi jam 06.00. Penting. Tapi ternyata, Allah berkehendak lain, acaranya batal tanpa konfirmasi. Hemmm. Baiklah.

Asrama sudah menanti. Tilawah yang terbengkalai, hafalan yang tak kunjung bertambah dan termurojaah, skripsi yang belum tergarap, persiapan penelitian yang belum apa-apa, belum lagi mentoring dan acara technical meeting sekolah kepemimpinan yang kugawangi. Penuh sudah pikiran. Baju zhirah kupakai sudah, siap perang! pikirku.

Lakukan setiap pekerjaan dengan sempurna, tak ada waktu untuk membuat kesalahan. Aku benar-benar siap perang. Heroik, seolah baju zhirah besi sudah menempel lekat di badan. Perjuangan dimulai.

Ternyata di tengah perjalanan aku menyelesaikan keseluruhan pekerjaan, ada kabar peserta training blm mencapai angka 15, padahal technical meeting sudah akan dilaksanakan nanti sore. Hal yang biasa, tapi bukan untuk didiamkan saja. Harus melakukan sesuatu. Lalu ditambah lagi kabar, bahwa ada sebuah tabrakan agenda di kampus, dan ini tidak bisa dibiarkan terjadi, apalagi terulang. Panas. Benar-benar panas suasananya. Bagaimana bisa terjadi tabrakan agenda di tanggal training kepemimpinan ini dilaksanakan.

Tiba-tiba meleleh air mata, berat kepala, dan tidak enak suasana hati. Aku coba tenangkan, aku coba reda kan, aku coba stabilkan. Butuh waktu yang tidak sedikit untuk memperbaiki kesemuanya. Aku lemas di dekap baju zhirah ku. Perangku terhenti. Berganti ke medan perang yang lain. Baju zhirah masih melekat, dan lanjutkan perjuangan.

Di saat semua sedang panas, ada satu pesan masuk, "Ihti, Ummi buatkan gaun pengantin ya, mau warna hijau muda, atau biru muda, atau putih?" Aku jawab singkat, "Biru muda aja Mi...." Satu pesan sejuk di antara banyak pesan yang panas. Selesai dijawab, seolah sedang berganti mengenakan gaun pengantin, tapi seketika juga berganti kembali menjadi baju Zhirah. Perjuangan belum selesai. 

Minggu, 10 April 2016

Tempat-tempat Tenang untuk Berkonsentrasi

Bismillahirrahmanirrahim...

Suasana yang biasa terjadi di tempat kuliah sangat bertolak belakang dengan suasana saat SMA, dimana di saat SMA saya terbiasa sendiri, melakukan segala aktivitas sendiri, dan tak biasa berbagi. Ya, hanya seorang diri. Setelah masuk kuliah, kamar selalu dihuni berdua, akhirnya belajar berbagi berbagai fasilitas pribadi. Sejak SMA terbiasa dengan suasana sunyi, belajar sendiri, berkonsentrasi hingga malam, sekarang? biasanya di asrama masih berisik sampai malam tiba. Hemmmm. Semua kebiasaan itu seolah menuntut dipenuhi setiap saat. Ada saatnya lelah berada dalam keramaian, meski berada dalam keramaian tetap menyenangkan. Namun rupanya ada bagian di hati dan otak ini yg lelah, ingin beristirahat.

Akhirnya, saya selalu suka berkunjung ke tempat-tempat yang tenang. Meladeni hati yang memberontak ingin dipenuhi hak pribadinya, hak untuk berkonsentrasi atas apa yang sedang dikerjakan. Ketika maumencari tempat sunyi di asrama rasanya sulit sekali, selalu ada orang lewat, selalu ada orang menyapa, begitulah jika kita harus berbagi dengan sesama. Tak apa, ada banyak tempat untuk "bersemedi" di tempat lainnya.

Ini adalah masjid di jalan Bantul,
akhirnya bisa merekam jejak di salah satu masjid di jalan Bantul. Nabung 1 lokasi.
Masjidnya kecil, tapi saaaangat bersih. Masjid ini ditemukan setelah mengisi kajian di kampus Bantul.
Ini adalah lingkungan masjid apung UGM.
Dekat pasca sarjana UGM. Masjid yang biasa digunakan untuk pertemuan, hehe.
Ini adalah masjid di jalan Palagan. Masjid kecil.
Tidak sebersih masjid-masjid sebelumnya, maklum masjid kampunng. Masjid ini adalah masjid yang saya temukan
saat pulang dari observasi di SMK Sleman, bermaksud berteduh dari hujan.
Mengapa perlu tempat-tempat tenang?

Satu-satunya alasan adalah agar dapat berkonsentrasi. Berkonsentrasi untuk banyak hal. Tidak jarang, saya lebih suka pergi dari asrama atau kampus untuk sengaja mencari "daerah jajahan baru" untuk beristirahat di sana. Mengistirahatkan pikiran, mengistirahatkan hati.

Kenapa masjid?

Iya ya, baru kepikiran juga, ternyata dari beberapa tempat yang hobi saya kunjungi ternyata masjid paling dominan. Baru sadar juga saat mau menuliskan ini. Ternyata setelah diingat-ingat, kenapa masjid yang dicari, karena dirasa pas untuk "beristirahat". Jika sudah lelah membaca buku, atau mengerjakan sesuatu, bisa sewaktu-waktu berhenti untuk beristirahat dengan membaca qur'an. Sedangkan hal yang sulit (hampir mustahil) dilakukan adalah membaca qur'an di ruang publik selain masjid, karena nanti akan terdengar suara bacaannya. Sedangkan kita tahu sendiri bacaan alqur'an itu bukan hal yang aneh terdengar di masjid sebagai tempat ibadah.

Tidak jarang saya tidur dalam posisi duduk, sambil mendekap tas ransel kesayangan, bukan, bukan tanpa sengaja, memang sengaja. Ketika istirahat dari perjalanan jauh, dan masih harus beraktivitas banyak setelah perjalanan, maka saya menyengaja qoilullah di masjid, meskipun hanya duduk, karena hal itu terbukti membuat badan kita segar, benar-benar segar setelahnya, meski hanya setengah jam. Tak ada tempat lain yang bisa digunakan untuk "numpang tidur" siang ketika di perjalanan jauh. Kan gag lucu kalau tidur sambil duduk di warung makan. Hehe. Masjid adalah sarana penolong bagi saya. Heee..

Qailullah

Pernah suatu saat, setelah observasi dari SMK, karena teringat bahwa sorenya akan memandu mentoring rutin bersama adek-adek, sedangkan siang itu adalah siang yang sangat panas, dan darah rendah sewaktu-waktu kambuh tiada permisi, termasuk pada siang itu. Mampirlah saya ke salah satu masjid di jalan magelang (masjid favorit), dan taraaaa, alhamdulillah setelah itu segar bugar. Siap berwajah cerah di hadapan adik-adik, padahal hanya tidur duduk selama setengah jam.

...

Di tempat-tempat yang tenang, rasanya sangat nyaman untuk membaca buku, meresapi setiap kata-katanya, mengambil hikmah darinya. Jika sudah bosan dengan ketenangan, bisa membuat "gaduh" dengan suara bacaan alqur'an, nyaman, mau sekeras apapun bacaan kita tak akan ada yang mendehem keras kepada kita. Hehe, Ini pengalaman unik, pernah suatu saat saya baca qur'an di IEC lantai 2, ada suara mendehem sangat keras, (husnudzon saya) sepertinya suara itu ingin mengingatkan saya supaya mengecilkan suara (lagi dan lagi) sampai tidak terdengar. Karena kesal, merasa tidak nyaman baca alqur'an di sana akhirnya saya pergi (hehe egois ya,,,). Saya segera cari tempat tenang lainnya. (Kesimpulannya IEC sama sekali tidak recomended. Ya, recomended sih buat baca buku, tapi kalau sudah capek, mau istirahat, istirahatnya ngapain? bengong? gag asik, ditambah lagi gag bisa tidur meski sebentar di sana gkgkgk)

Karena kebiasaan saya mencari tempat tenang dimana-mana, saya hampir hafal posisi masjid atau tempat-tempat tenang lainnya.

Sebenarnya ada tempat tenang lainnya yang bisa digunakan untuk konsentrasi dan istirahat, yaitu tempat makan. Saat butuh istirahat maka kita bisa makan, tidak bengong. Terbukti nyaman, tapi mahal. Pernah suatu saat saya harus mengerjakan sesuatu, dan akhirnya memilih salah satu tempat makan untuk standby di sana berlama-lama, berhari-hari, sampai petugas jaga hafal dengan saya. Tapi tempat-tempat seperti itu tetap saja harus keluar uang.

Apapun tempatnya, dan bagaimanapun, masjid adalah tempat favorit sepanjang perjalanan. Traveling dan trip (apalagi sendirian) adalah kegiatan yang membutuhkan tempat istirahat yang aman dan nyaman. Bersyukur sekali, Indonesia ini punya banyak masjid.

Kamis, 07 April 2016

Jaga Kesehatan tanpa Micin, Jaga Hati tanpa Dosa

Bismillah...

Tulisan ini meski akan berbicara perihal makanan, namun juga akan menyerempet masalah lain, karena makanan di tulisan ini akan mengantarkan kita pada sebuah analogi sederhana.

Saya adalah orang yang sangat sensitif dengan micin dan pemanis buatan. Sekali saya makan makanan bermicin, maka anggota tubuh pertama yang bereaksi adalah tenggorokan. Setelah makan makanan bermicin, tenggorokan saya akan terasa sangat gatal, akhirnya batuk2. Jika kondisi badan tidak fit, maka batuk2 akan berlangsung selama berhari2. Dan kalau abah dengar lewat telfon bahwa saya sedang mengalami batuk akut (batuk yg sangat parah) pasti akan bilang, "Diobati(!) kalau gag sembuh-sembuh pulang." Dalam hati seperti berteriak "Horeeeeee pulaaaaang". Tapi ancaman itu bukan ancaman main2, sebenarnya menyenangkan untuk pulang, tapi seluruh pekerjaan di Jogja tidak bisa ditinggal dengan alasan, "Batuk dan harus pulang." Jalan satu-satu nya adalah mencari obat yg bisa menyembuhkan.

Maka dari itu selama di Jogja, saya mencari makanan tanpa micin. Salah satu favorit saya adalah sup khas Solo di Maguwoharjo, yang juga dijadikan langganan Ustad Deden Anjar sekeluarga. Sup sayur ini adalah sup yang bumbunya murni rempah-rempah. Dan rempah-rempahnya sangat banyak, sehingga rasanya juga sangat enak untuk ukuran sup.

Biasanya, obat yg saya gunakan ada 3 macam.Pertama adalah obat batuk (apapun merknya), kedua adalah suplemen penjaga imun tubuh (saya paling suka minum habbatussauda 3 pil sekali minum atau madu beberapa sendok) dan yang ketiga adalah   istirahat.

Istirahat adalah poin yg mutlak. Ada satu kebiasaan yg saya mulai kenali pada tubuh saya, bahwa ketika saya diserang batuk atau flu hebat, saya harus minum suplemen  lalu istirahat full selama minimal 1 hari 1 malam. Bangun hanya untuk solat, bersih-bersih, dan makan. Tidak harus minum obat batuk, jadi obat nomor 1 sifatnya sunnah. Dari sana saya meyakini, bahwa batuk bukan inti penyakit yg harus saya obati, bahkan batuk bukan sebuah penyakit, melainkan alarm dari penyakit yang ada di dalam tubuh kita. Artinya, jika saya batuk karena makan makanan bermicin, ada penyakit yg sedang bereaksi di dalam tubuh saya.

Pernah suatu aaat saya makan bakso, setelah pulang, saya sakit demam flu batuk dll, terpaksa bedrest selama dua hari. Setelah itu sembuh berangsur2. Kasus terakhir adalah karena saya makan mie dokdok. wkwkwk, penyebab penyakit yg sangat tidak elit.

Ternyata tubuh kita jika sudah dibiasakan makan makanan tanpa micin lalu makan micin sedikit saja, tubuh jadi sensitif, alarm nya mudah menyala.

Lalu saya memikirkan sesuatu.
Ini tentang sensitifitas dosa.

Pasti sudah tau arah pembicaraannya kemana... hemmm iya. Betul. Jika orang terbiasa menjauhkan diri dari dosa, maka ketika terciprat dosa sedikit saja, ia akan mudah merasakannya. Kemudian secara otomatis karena mudah merasakan dosa, orang tersebut akan lebih sering meminta taubat. Berdasarkan sebuah riwayat, Rasulullah memohon ampun kepada Allah seratus (100) kali sehari, padahal Rasulullah telah dijaminkan surga oleh sang Pemilik surganya langsung, siapa lagi kalau bukan Allah SWT. Sungguh nikmat ya kalau kita bisa merasakan hal semacam itu. Hati yang mudah tersentuh dan hidup, sebentar-sebentar beristighfar, mudah menahan pandangan dari hal kecil yang menyulut dosa, mudah menahan telinga mendengar hal-hal kecil yang menghimpun dosa, dan anggota-anggota tubuh lain mudah ditahan dari perilaku penuh dosa. Hingga kita menjadi orang yang perangainya tenang dan tak tergesa. Semoga kita diberikan karunia untuk menghidupkan hati kita, bisa memiliki sensitifitas dosa sampai pada tingkat dosa terkecil jika bisa.

Kata ustad, hati yang hidup itu seperti rumah yang terrawat dengan baik, sekali ada yang bolong di salah satu bagian rumah, segera diperbaiki, selalu dibersihkan setiap hari, sehingga rumah itu menjadi rumah yang bersih dan sedap dipandang. Hati juga begitu kan? Hati yang bersih ketika kotor sedikit saja, langsung merasa sensitif kemudian segera dibersihkan. Maka hati yang mati seperti rumah yang tidak lagi dihuni. Rumah yang sudah tidak dihuni akan terdapat banyak lubang, dimana dari lubang-lubang itu akan masuk banyak hama seperti tikus, ular, serangga, dan ditumbuhi tumbuhan liar. Maka dengan kedatangan hewan-hewan tersebut, rumahpun menjadi bertambah kotor dan jorok, tidak ada yang membersihkan. Hati yang kotor ketika didatangi penyakit, penyakit sombong, ujub,iri, dengki, benci, mudah tersinggung, kasar, suka mencela, dan lain sebagainya tidak merasa risih.

Lalu bagaimana mengasah sensitifitas dosa?
Sepertinya sudah terjawab. Seperti menjaga sensitifitas tubuh dari micin, kita menjauhkan tenggorokan kita dari micin maka sekali tenggorokan menelan micin akan mudah merasa. Mengasah sensitifitas hati dari dosa adalah dengan menjauhkan diri dari dosa.

Kata ustad, untuk mendapatkan hati yang hidup dan peka terhadap dosa, kita harus menghidupkan hati dengan alqur'an. Ternyata iya, nyata nya banyak kasus dari beberapa orang yang saya temui, seperti adik mentoring saya yang dulunya tergerak hatinya untuk ikut mentoring karena sebelumnya ia dekat dengan alqur'an. Sampai pada ibu-ibu tua yang tertarik untuk datang kajian awalnya karena ia dekat dengan alqur'an, membacanya tiap hari meskipun sedikit-demi sedikit. Orang yang dekat dengan alqur'an akan sangat mudah tersentuh. Ia sangat mudah mengalun seperti alunan ayat-ayat alqur'an yang berisi ancaman dan berita gembira. Merasa terancam ketika melakukan dosa, dan gembira ketika akan mendapat pahala.

Mari kita semangat berdekat-dekat dengan alqur'an. Semangat jaga keehatan tubuh dengan makan makanan sehat, dan semangat jaga kesehatan hati dengan makan-makanan ruhani. Sesungguhnya ini adalah nasihat yang terus berlaku untuk diri saya sendiri, sepanjang hayat, sebelum mati.

Ihtisyamah Zuhaidah


 
Design by Wordpress Templates | Bloggerized by Free Blogger Templates | Web Hosting Comparisons