Sabtu, 25 Oktober 2014

Sekolah Politik Semalam :)

07.00
Berangkat dari Jogjakarta menuju Purbalingga.
Tapi salah niat :D Karena sedang dalam keadaan lelah yang sangat, aku meniatkan untuk tidur dan beristirahat di mobil. Dan benar! Niat terlaksana. Sepanjang perjalanan, dari Jogja Purbalingga, dan Purbalingga Kebumen aku tidur!

19.00
Berpamitan dari Kebumen, sekolah politik dimulai, Pemateri sekolah politik semalam di mobil petualangan ini adalah Alfian Ramadani dan Triyanto 'Mekel' Puspito Nugroho. Tak menyangka, sekolah politik di sepanjang perjalanan ini berlangsung singkat namun mengena, semenjak 19.30 sampai 23.30

Berawal dari peran eksekutif dan legislatif di kampus, komentar yang membuat saya malu adalah, "Kamu itu gag perlu repot Ihti, jangan buat yang gampang jadi susah... Gitu aja kog repot..." Kata para aktivis masyarakat itu.

Kemudian bullying demi bullying terlontar... Menyalahkan satu sama lain, berakhir dengan senyum bahagia. Kata mas Alfian, "Kalau ada yang bisa disalahkan, kenapa harus kamu yang salah," kalimat itu tenang tapi mematikan kami seisi mobil. :D

Pembahasan berlanjut, kadang serius sampai panas, dan kadang meledak tergelitik lelucon-lelucon yang dilontarkan mas Mekel.

Dari masalah politik sampai masalah pembangunan perkotaan, dari masalah kampus sampai adat istiadat masyarakat, dari kalimat-kalimat sederhana hingga kalimat-kalimat langit yang entah apa maknanya.

Satu yang ingin saya bahas karena menarik adalah mengenai kehidupan orang-orang perkotaan.

"Kota yang indah (bahagia) adalah kota yang orang-orangnya banyak di luar rumah, Ihti." Kata mas Mekel yang sedang sakit gigi.

"Kog bisa mas?"

"Ya,"

Mas Mekel menjelaskan panjang lebar,
"Lihat. Sekarang, apa yang membuat banyak sekali orang di titik nol KM ini? (kebetulan sudah sampai di Jogja). Tidak ada apa-apa di Nol KM, tapi banyak orang berkumpul di sana, dan merasakan bahagia."

"Bahagia darimana mas?"

"Oh, apa mau berhenti di sini, nyoba nongkrong di sini?"

Seisi mobil tertawa.

"Itu lihat, anak-anak nyebrang aja sambil ketawa-ketawa."

"Iya ya... Tapi kan mereka beraktivitas sendiri-sendiri mas, berkelompok-kelompok, gag saling membaur. Individualisme nya besar banget."

"Iya kita sedang membicarakan perkotaan Ihti, bukan pedesaan. Itu makanya, ada kebijakan di setiap 1 (satu) kelurahan harus ada minimal 1 (satu) ruang publik, supaya masyarakat perkotaan bisa berkumpul. Itu baru kota yang baik," penjelasan dari Mas Mekel.

Mas Alfian Menyambung, "Iya itu yang dilakukan Ridwan Kamil. Dengan membangun banyak ruang publik di Bandung."

Mas Mekel ndagel, "Iya, itu Ridwan Kamil udah tak bisiki sebelumnya haha..."

Mas Mekel melanjutkan, "Ruang Publik itu dibutuhkan masyarakat perkotaan supaya masyarakatnya bisa bertukar sapa satu sama lain, supaya mereka keluar dari rumah-rumah mereka. Itu mengapa kota yang indah adalah yang banyak orang-orangnya di luar rumah."

Sekolah politik semalam ini berakhir dengan pertanyaan, "Mas, kayaknya aku merasakan ada missing link di Indonesia soal peran ulama. Dulu, ulama berperan besar di masyarakat, bahkan tatanan negara. Nama ulama mengudara. Tapi sekarang bahkan tak ada bekasnya. Bener kah?"

"Ya itu, sejarah itu tergantung Penguasa. Penguasa itu berhak menuliskan sejarah. Sedangkan orang kecil tak berhak menentukan cara dia mati -smoker one peace- haha.
Dulu perjuangan bangsa Indonesia itu banyak diwarnai oleh para Ulama. Ulama yang menggerakkan masyarakat untuk menentang penjajah. Mereka yang berkoar-koar dan menyemangati bangsa ini untuk berjuang mempertahankan tanah air, karena para penjajah itu musyrik, dan tak bisa kita membiarkan orang-orang musyrik mengobrak-abrik negara ini."

"Masalahnya penulis sejarah adalah penguasa. Dulu kenapa tanggal 28 Oktober bisa dijadikan hari sumpah pemuda itu karena ada Muh.Yamin di sana. Muh.Yamin adalah menteri saat itu."

"Berarti Indonesia ini sekuler ya mas... membedakan antara urusan agama dengan urusan agama. Seperti yang terjadi di luar negeri."

"Haha, sebenernya bisa jadi kita juga sekuler lho Ihti, sekarang kamu menganggap kamu di BEM itu sedang beribadah atau gag?"

"Nah itu mas gkgkgk, kadang bertanya-tanya dengan itu."

"Itu, kadang saya juga berpikir, kita ini menuduh orang lain sekuler sedangkan kita sendiri menjadi pelaksana sekulerisasi... haha."

-Berakhir-

Minggu, 19 Oktober 2014

Kami Menamainya Lingkaran Cinta :)

Sembilan orang berkumpul duduk bersila (lingkaran haroki) merapatkan lutut, tersenyum lalu terseling tawa, seringkali serius, namun seringkali keseriusan itu hanya wacana dan wacanda, karena muka serius yang tertunduk itu sesungguhnya adalah alibi cerdas seseorang yang tertidur. #hayoSiapa?

Tapi tidak jarang kami benar-benar serius, membahas strategi perang Khandaq (perang parit) yang dipenuhi cinta Rasulullah dalam pukulan pertama di batu besar, dan dipenuhi optimisme di pukulan kedua dan ketiga.

Momen tertunduk dalam-dalam ketika sang Murabbiah mengatakan, "Ayo muraja'ah surat nananina,"

Momentum mendebarkan ketika kami melakukan kesalahan-kesalahan kecil yang seharusnya bisa dihindarai, "Kalian kan sudah dewasa...(!)"

Hal yang menumbuhkan cinta lainnya seperti momentum ketika satu persatu muncul dari tangga dengan wajah kelelahan, dan sesampainya di lingkaran yang belum sempurna, wajah ngos-ngosan itu terlihat sangat kasihan :D Dan itu dialami oleh kami keseluruhan. Ish ish kasihan.

Ada yang membuat saya terharu lagi terkesan tanpa sengaja. Lingkaran cinta sudah terbentuk sempurna, saatnya dimulai, Tilawah dan pembacaan tafsir sedang berlangsung, saya berbisik, "ssst, sini-sini dikumpulin hape nya." Di awal dulu kami bertemu kami bersepakat untuk tidak menduakan forum dengan hape. :D Tapi pengumpulan hape kali ini bukan untuk hal tersebut, melainkan saya menemukan hal unik yang ada di hape kami berdelapan (hape Murabbiah tidak termasuk). Ada kesamaan di delapan hape yang kami punya.

Hape-hape itu saya jajar di tengah lingkaran, sambil terus mendengarkan tafsir yang sedang dibacakan. Saya menyadari sebuah hal yang istimewa di lingkaran cinta ini. Saya tidak konsen lagi dengan tafsir yang sedang dibaca.

Tidak mungkin lingkaran cinta ini terbentuk tanpa sengaja. Dari hape yang ada di depan saya, saya bisa menilai isi kepala dari teman-teman saya (tidak saya tidak membuka-buka isi sms atau apapun di hape-hape tersebut) hanya melihat casing nya saja. Ada hal yang sama.

Karena fasilitas yang digunakan seseorang dapat menggambarkan pola pikir yang ia gunakan juga. Kenapa saya baru menyadarinya? Ada hal yang sama.
Ini yang membuat semakin cinta...

Terharu.




Kamis, 16 Oktober 2014

Islam adalah Mushaf dan Pedang, Islam adalah Masjid dan Medan Perang

Apa yang ingin saya bahas di sini bukan islam secara definitif normatif, namun lebih kepada pemaknaan dari islam dalam pengamalan keseharian,

Secara difinitif formatif dapat kita temukan pengertian Islam dari hadits 'Arbain no.2 tentang Islam, Iman, dan Ihsan, seperti dijelaskan dalam penjelasan berikut:

"Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata : Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam) seraya berkata: “ Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam : “ Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu “, kemudian dia berkata: “ anda benar “. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang  membenarkan...." 
...Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “ Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. aku berkata: “ Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui “. Beliau bersabda: “ Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian “.

(Riwayat Muslim)
Kemudian apabila kita menjabarkan islam dalam kehidupan keseharian, ada banyak sekali penafsiran. Secara naluri, sekarang ini adalah keadaan dimana saya ingin sekali dekat dengan Nya, dan ini pula yang mungkin dirasakan oleh orang-orang yang ada di masjid sana.

Dan apa yang dilakukan oleh orang-orang yang ingin dekat? Terus mendekat hingga tak ingin ada jarak. Pada akhirnya banyak orang (termasuk saya) mengartikan dekat dengan Allah itu dengan melakukan ibadah-ibadah seperti solat sunnah berlama-lama, tilawah berjuz-juz, dan tak ingin diganggu dengan kegiatan duniawi apapun. Rasanya tentram jika bisa melakukan itu.

Siapa yang tidak tentram berlama-lama berkhalwat dengan Tuhannya...

Di lain sisi, amanah kampus tiba-tiba bertumpuk tak beraturan, ada banyak macamnya. Seperti kedekatan itu tak ingin terganggu oleh apapun, malas rasanya beranjak. Bahkan bukan tidak mungkin marah jika diganggu dengan sms-sms aktivasi ini dan aktivasi itu.

Ekstrimnya, sebagian orang menganggap bahwa peribadatan itu hanya di masjid. Di luar masjid itu urusan duniawi, seperti persepsi saya di awal tadi.

Sampai pada akhirnya saya mampir di sekretariat LPIM Al Mujahidin UNY, iseng saya cari-cari buku, dan tertarik dengan sebuah buku tebal berwarna hijau, berjudul FIQH DAKWAH, tulisan Jum'ah Amin Abdul Aziz, dan saya tersentak dengan beberapa kata yang saya baca di halaman awal buku.

Kurang lebih kata-kata tersebut menjelaskan seperti ini,
Islam itu menyeluruh, seluruh bidang dapat diselesaikan dengan solusi islam. (Saya berpikir keras untuk poin ini, masih merasa jenuh dengan amanah-amanah di kampus yang terasa begitu berat, saya berpikir bagaimana islam mengatasi masalah amanah-amanah saya ini? Bagaimana solusinya?)

Beralih ke paragraf selanjutnya, yang kurang lebih tertulis seperti ini,
Islam adalah aqidah dan ibadah, ISLAM ADALAH MUSHAF DAN PEDANG, ISLAM ADALAH MASJID DAN MEDAN PERANG...

Saya langsung menutup bukunya dan merenunginya dalam-dalam, dan terdapat penyesalan yang sangat dalam di hati saya. Ampuni saya Ya Allah, yang mengartikan islam hanya parsial saja, tak meng-iman-inya dengan sungguh-sungguh bahwa islam itu syamil (menyeluruh).

Awalnya saya sangat tertekan dengan semua aktivitas saya, jika saya mengatakannya dengan kasar, untuk apa saya aktif di organisasi mengurus ini dan itu? Tidak ada gunanya, yang ada gunanya adalah aktivitas di masjid.

Dan setelah membaca tulisan di buku tersebut, saya seperti ditampar kuat-kuat, bahwa islam itu tidak sekedar mengaji dan solat, islam adalah mushaf dan pedang, islam adalah masjid dan medan perang, artinya ada keseimbangan di sana. Kegiatan-kegiatan di luar masjid juga termasuk perjuangan, tak bisa dihilangkan dan dikesampingkan begitu saja.

Sebisa mungkin, seperti kata Umi, "Dzikir itu dimana saja kapan saja, kalau ibadah yang lain boleh ada uzur (halangan) maka tidak untuk dzikir,"

Kesimpulan yang saya dapat hari ini adalah bahwa kita berislam tak bisa setengah-setengah, jika memang ada aktivitas yang harus dilakukan di luar, kita sendiri yang harus memastikan bahwa aktivitas tersebut juga bernilai ibadah, dengan cara terus mengingat Allah atau sering kita sebut sebagai dzikrullah.

Semoga bisa menjadi manfaat bagi kita semua.

Senin, 06 Oktober 2014

Bagaimana Kabarmu, Akhwat?

Bagaimana Kabarmu, Calon Ibu?

Sebenar-benar tulisan ini adalah tertulis untuk saya pribadi. Namun ada keinginan untuk membagi ilmu ini supaya tak terputus hanya di jari-jari saya yang terbatas kemampuannya, maka semoga tulisan ini dapat kita gunakan sebagai barang bagian, atau harta rampasan yang layak dibagikan. 

Akhwatus solihah (perempuan muslim yang baik),

Pertama kali saya mohon maaf apabila dalam saya menuliskan tema tulisan kali ini ada banyak khilaf. Berharap, semoga tulisan ini bisa menjadi pemberat timbangan amal saya di hari perhitungan kelak. Aamiin.

Akhwat (perempuan) adalah berlian, dan tak ada berlian yang tak istimewa. Maka setiap akhwat (baca: perempuan) adalah istimewa.

Apa buktinya bahwa akhwat adalah istimewa? Buktinya bahwa islam sangat memperhatikan akhwat. Akhwat sangat dihargai oleh Islam, dilindungi dengan jaminan tinggi. Hal macam apa yang tidak istimewa apabila dijamin sebegitu besar oleh sebuah sistem yang sempurna (Islam)? Ya, akhwat itu istimewa.

Lingkungan yang disempurnakan itu dapat melindungi wanita dengan cara yang sempurna, dan cara yang sempurna itu apabila dianalogikan ke dalam pembuatan berlian maka dapat menghasilkan berlian yang paling indah. Bisa dibayangkan sebuah berlian yang diproduksi oleh pabrik terbaik? Berlian itu bernilai sangat mahal karena kualitasnya yang tinggi. Seperti itulah akhwat dalam balutan sistem islam yang sempurna. Mungkin biasa kita bayangkan seperti bidadari.

Di dalam syurga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik.
Q.S. Ar Rahman (55): 70

Di dalam syurga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka , dan tidak pula oleh jin.”
Q.S. Ar Rahman (55): 56


“Dan ada bidadari-bidadari bermata jeli,”
Q.S. Al Waqi’ah (56): 22


Betapa cantik bidadari-bidadari itu.

Itu bidadari. Lalu apa kata Nabi ketika ditanya oleh sahabat, mana yang lebih baik antara bidadari-bidadari itu dan wanita muslimah yang ada di dunia? Jawab Nabi Muhammad, wanita muslimah di dunia ini jauh lebih baik dari bidadari-bidadari itu.

Pertanyaan besarnya adalah: mengapa? Dan  bagaimana bisa?

Ya, karena wanita muslimah di dunia ini punya satu kelebihan, yaitu mampu bertaqwa.

:::
Selanjutnya tentang akhwat, saya tipe orang yang setuju dengan akhwat yang aktif. Jika banyak orang mengatakan bahwa keaktifan akhwat itu terbatas karena ‘kerempongan’ nya, saya yang akan berada di barisan depan untuk menolak pendapat itu. Saya bisa melakukannya selama ini, aktif dalam banyak hal, dan mandiri dalam melakukannya.

Tapi dibalik semua itu, kita sebagai akhwat memiliki tugas besar yang tak kalah istimewa. Tugas itu adalah: Menjaga diri sendiri.

Akhwat, bagaimana kabar badan? Bagaimana kabar pikiran? Bagaimana kabar hafalan? Bagaimana kabar ilmu? Bagaimana kabar kamar?

“Al-ummu madrosatul uula Ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya.”

Inilah istimewanya akhwat. Ia punya proyeksi besar di masa depan, sebagai seorang ibu bagi anak-anaknya. Hal ini sekaligus menjawab mengapa seorang akhwat harus menjaga diri. Karena diri seorang akhwat adalah investasi besar peradaban di masa mendatang.

Bayangkan ketika ada orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya, mereka pasti akan memilih sekolah yang terbaik, terlebih pada jenjang sekolah yang pertama, SD. Orang tua itu akan memilihkan SD terbaik bagi anaknya.
Sama dengan kita, kita sendiri kelak ingin sekali anak-anak kita ketika baru lahir langsung ‘bersekolah’ di sekolah terbaik. Sedangkan ketika anak kita baru lahir, sekolah pertama yang ditemuinya adalah ibunya, ya kita sendiri. Tidakkah kita ingin menjadi sekolah terbaik baginya? Tentu ingin.

Menempa diri sejak sekarang untuk mendapat akreditasi “A” sebagai sekolah terbaik untuk anak-anak kita seharusnya bukan lagi tinggal wacana. Terus bergerak tuntaskan perubahan menjadi layak. Urus administrasi sebagai syarat-syarat ter akreditasi “A”, bacaan alqur’annya, hafalan alqur’annya, amalan-amalan sunnahnya, perilakunya, kebiasaannya, pola pikirnya, dan semua administrasi yang diperlukan agar Allah meng ACC kelak anak-anak kita adalah seorang ‘alim (berilmu) seperti para ulama, tidak lain karena didikan kita.

Perjalanan saya berhari-hari ke luar kota Jogjakarta, mencoba mencari jawaban dari sekian banyak pertanyaan yang berkecamuk dalam pikiran akhirnya memberikan saya setumpuk pencerahan. 

Depok mengisahkan anak-anak manusia yang dididik dengan didikan berbeda-beda. Depok berkisah kepada saya tentang, "Bagaimana seorang anak ketika dewasa? adalah tergantung seperti apa ibu nya."

Tergantung seperti apa ibunya mendidik ia di waktu kecil. Dan dengan penuh keyakinan saya mengambil kesimpulan, bahwa sekarang bukanlah waktu yang terlalu cepat untuk kita memikirkan bagaimana anak kita kelak? Dan ini bukan hal yang tabu sama sekali, melainkan ini menjadi bahasan yang sangat penting.

Jika pendidikan seorang anak tergantung kepada seperti apa ibu nya, maka seperti apa ibunya tergantung pada seperti apa masa muda ibu nya. Karena sebuah kebiasaan (habit) terlahir oleh perilaku yang diulang-ulang. Semakin lama mengulang-ulang perilaku itu maka akan semakin kuat kebiasaan itu tertanam dalam diri kita.

Depok berkisah kepada saya betapa tugas seorang ibu sangat berat. Saya tidak bohong. 

Pernah bermain Pou?

Ya, Pou yang tak bisa apa-apa kita rawat, beri makan, mandikan, kita obati kala sakit, lalu setelah kita melakukan semua itu, kita mampu melihat perkembangan dari Pou, apakah ia bertambah besar, bertambah bersih, dan lain sebagainya.

Bisa membayangkan kita memiliki anak yang kita rawat dari umur 0 hari sampai kelak menjadi besar? Apa yang menjadi kebiasaan ibu nya lah yang akan menentukan kepribadian anaknya.

Ibu nya mengajarkan anak untuk berkata "Bunda" maka sampai besar ia akan memanggilnya Bunda, Ibunya marah di hadapan orang lain, anak akan melihat bagaimana ibu nya marah, maka ketika dia marah, ia akan meniru apa yang dilakukan ibunya (jadi jangan mudah marah). Ibu nya memperdengarkan bacaan alqur'an di waktu senggangnya, anaknya akan terbiasa dengan surat-surat dalam alqur'an, dan bukan terbiasa dengan lagu-lagu pop kebanyakan.

Sekarang adalah waktu yang tepat untuk memikirkan dan merancang sekolah terbaik itu bukan? Dimulai dari kebiasaan. Terpenting adalah memperbaiki intensitas kita dengan Al-Qur'an, karena kelak jika kita mengajarkan Al Qur'an kepada anak-anak kita, maka yang menjaga anak-anak kita bukanlah kita saja, melainkan Allah yang akan menjaganya, karena Allah menjaga orang yang dekat dengan Al Qur'an.

*mungkin akan ada tulisan bagaimana kabarmu Ikhwan (laki-laki)?

 
Design by Wordpress Templates | Bloggerized by Free Blogger Templates | Web Hosting Comparisons