Rabu, 30 Desember 2015

Take me Home

Ya Allah,

i just want to tell my parents, Bah, Mi, just take me home. Aku merasa tak punya motivasi lagi untuk menyelesaikan semua ini. Bahkan takut untuk menyelesaikan semua ini. Rasa-rasanya aku tak ingin meneruskan perjuanganku menjadi seorang guru. I think it is not my true passion.

Aku tak ingin dipaksa, tapi paksaan kalian lah yang memotivasiku. I have to finish it as soon as i can, even as fast as possible. Tapi anehnya aku merasa aku malah tertarik dengan dunia lain, writing, human resources development, argh! tapi aku juga gag yakin. Sampai pada titik putus asa aku hampir ingin mengatakan, sudahlah nikahkan saja aku dengan lelaki yang bisa memenuhi semua kebutuhanku, and then i will not be so dizzy to create my own life, just flow, and flow, i will follow him without struggle. Tapi aku tak ingin berputus asa. Tapi aku juga tak punya solusi.

Aku tak mendapatkan kepercayaan dari kalian untuk menjalani bidang lain selain keguruan. Akhirnya aku pun takut menjalani bidang-bidang eksplorasiku.

Just take me home, Bah, Mi, and tell me much about teacher's life so i will understand it. 

Senin, 14 Desember 2015

Petemuan Kita adalah Rezeki

Ulil Albab

Baru saja kami duduk, dan mendengarkan al ustad bicara, kami langsung menertawakan diri sendiri. Ustad ini bilang, "Pertemuan kita di sini ya bapak-bapak, ibu-ibu, itu adalah rezeki kita hari ini. Ada yang tidak sengaja sampai di sini, ada yang hanya karna diajak tetangga lalu sampai di sini, ada yang memang sudah meniatkan hadir di sini, dan akhirnya kita bertemu."

Benar memang,
kami pun berdua datang tidak untuk tujuan mendengarkan ceramah ustad, tapi untuk tujuan lain, ternyata itu bagian dari rezeki yang tidak terduga. Dapat snack. dapat kalender 2016, dapat doorprise sabun colek, akhirnya memaknai bahwa semua itu adalah rezeki menjadi amat menyenangkan. Siapa yang menyangka sampai bisa dapat doorprise sabun colek, hihi meski sampai sekarang saya masih bertanya mau saya gunakan untuk apa sabun tersebut saking banyaknya. Pertemuan kami dengan ustad satu ini juga adalah rezeki, kami mendapat banyak ilmu dari beliau. Subhanallah, walhamdulillah....

Pertemuan kita adalah rezeki.

Pun, pada akhirnya, memaknai sebuah pertemuan sebagai rezeki menjadi pola pikir baru yang menyegarkan. Ya, kita jarang sekali mensyukuri pertemuan kita dengan orang lain sebagai sebuah rezeki.

Dan pada hari ini, aku tau bahwa rezeki berupa pertemuan itu adalah rezeki yang besar. Ya, rezeki besar. Siang hari ini, aku bertemu dengan adik-adik manis di sebuah masjid kampus di Yogyakarta, seperti biasa kami melaksanakan mentoring pekanan. Aku senang dek, bisa mengawal kalian bertumbuh selama kalian berada di kampus. Senang melihat kalian saling akrab satu sama lain, senang pula melihat perkembangan kalian sejauh ini dalam hal pengetahuan dan akhlaq. Senang kalian saling mengatakan iri dalam ilmu, senang kalian saling mengatakan rindu satu sama lain karena lama tak bertemu.

Bertemu kalian adalah sebuah rezeki besar tak terelakkan. Maka benar kata ustad Sunono, "Ya kalau Murobbinya sedang futur jangan sekali-kali meninggalkan mutarobbinya, lanjut saja membina, karena bisa jadi, para mutarobbi ini yang akan menjadikan murobbinya jadi gag futur lagi, maka beruntung punya mutarobbi." Kalimat-kalimat itu sangat dalam maknanya, menjadikan rasa syukur itu berlipat-lipat besarnya hari ini.

Tidak ada pertemuan yang tak berarti.

Dalam setiap pertemuan, kuingat-ingat lagi, hal apa yang bisa kudapat? Beberapa pekan terakhir lalu, kuingat banyak sekali pertemuan-pertemuan yang tak kurencana. Sepertinya ini juga nikmat yang sangat besar. Alhamdulillah, terimakasih banyak Ya Allah, Engkau Yang Maha memberi nikmat.

Ketika diminta menjadi guide ibu-ibu dari Bekasi untuk berlibur di Jogja selama dua hari, aku seperti bertemu keluarga baru. Kami akrab saling sapa. Apalagi dengan anak-anak nya, dek Safa, dek Sofi, dan kak Rois. Awal berteman dengan ketiganya adalah masa-masa sulit. Merayu, menantang, menggandeng, segala cara dilakukan. Ternyata pada akhirnya, mereka yang balik minta digandeng. Menyenangkan. Pertemuan kita adalah rezeki. Aku yakin itu. Suatu saat, jika kalian sudah besar dan bertemu denganku, eits,  kak Rois gag boleh dekat-dekat lagi, kak Safa dan kak Sofi kalian pasti akan jadi gadis yang cantik seperti ibu-ibu kalian. Jadi akhwat solihah dan ikhwan solih ya para jagoan.

Belum lagi pertemuan selanjutnya.

Setelah berhasil menjadi tour guide ke wisata Kulonprogo dan sekitarnya, akhirnya satu pekan selanjutnya mendapat kabar bahwa bapak ibu dan adik-adik seluruhnya datang ke Jogja, berlibur ke Gunungkidul, jadilah aku ikut berlibur ke Gunungkidul. It was amazing, when you can go for free on weekend. Free time, free money, those were freeDays! Alhamdulillah, dua pekan pertemuan liburan yang luar biasa. Liburan tak terencana, itu semua rezeki bukan?

Allah Yang Maha mengatur segalanya. Pun dengan segala pertemuan. Barangkali kita belum bisa mengetahui ada apa dibalik setiap pertemuan kita dengan setiap orangnya, tapi suatu saat, mungkin kita akan tahu alasannya.

Setiap pertemuan adalah rezeki.
Dan setiap pertemuan yang gagal atau pertemuan yang belum sempat, adalah bentuk rezeki yang sedang ditabung. InsyaAllah.



Wait for meeting you, for building house in Jannah, Partner.

Selasa, 10 November 2015

Apa yang Kau Cari Wahai Pejuang?

APA YANG KALIAN CARI WAHAI PARA PEJUANG?
(Catatan Kecil Paska Mukernas IV***)
Oleh : PakCah - KaWildWest
Setiap kali aku bertemu ikhwah wilayah dalam pertemuan nasional, hatiku begitu terharu.
Jauh-jauh mereka datang dengan segala pengurbanan. Dari berbagai wilayah yang berjauhan. Meninggalkan keluarga, pekerjaan, bisnis dan segala rutinitas lainnya.
Apa yang kalian cari wahai para pejuang?
Mereka menjalankan amanah sepenuh kesungguhan. Walau harus ada yang ketinggalan pesawat, atau terpaksa delay berjam jam dan terlantar di bandara. Semua tetap ditempuh dengan suka cita.
Datang tanpa bekal materi dan bahkan banyak yang tidak bisa memberi tinggalan bagi kebutuhan keluarga yang di rumah.
Sepenuh tawakal kepada Allah, mereka berangkat memenuhi panggilan tugas dakwah. Subhanallah.....
Apa yang kalian cari wahai para pejuang?
Membayangkan beratnya perjuangan mereka nanti sepulang acara nasional, membawa target untuk dicapai dan amanah program untuk dilaksanakan.
Luar biasa kesetiaan mereka menapaki jalan perjuangan yang penuh onak duri ini.
Apa yang kalian cari wahai para pejuang?
Tanpa terasa air mataku meleleh di pipi....
Merasa ada beban karena tak ada yang bisa kita berikan berupa sedikit bekal untuk meringankan beban mereka. Atau sedikit bekal sekedar untuk membelikan oleh-oleh bagi anak-anak mereka yang menunggu sepenuh rindu.
Ada istri yang setia menanti. Ada suami yang meridhai kepergian sang istri.
Betapa jalan perjuangan telah membuat mereka harus rela dan akrab dengan semua kesulitan rutin seperti ini.
Apa yang kalian cari wahai para pejuang?
Aku seka bulir-bulir air bening di pipiku. Kuteguhkan hati, menatap wajah mereka sebelum pergi, pulang ke wilayah kerja untuk berbakti bagi umat dan negeri.
Aku tatap wajah-wajah teguh itu. Subhanallah...
Apa yang kalian cari wahai para pejuang?
Sungguh bukan kesedihan yang aku rasakan. Namun kebanggaan.
Bukan rasa kasihan yang aku dapatkan. Namun gumpalan harapan.
Teringat pesan Kenabian yang sangat berkesan:
ما يصيب المسلم من نصب ولا وصب ولا هم ولا حزن ولا أذى ولا غم حتى الشوكة يشاكها إلا كفر الله بها من خطاياه
"Tidaklah seorang muslim ditimpa kelelahan, penyakit, kegundahan, kesusahan, godaan, dan kesedihan, sampai duri yang mengenai kakinya, kecuali Allah akan mengampuni dosa-dosanya".
(Hadits Shahih Riwayat Imam Al Bukhari, dan Muslim).
Rupanya itu yang mereka cari dalam menjalani segala kesulitan dan kelelahan ini. Ampunan Allah. Itu yang mereka cari.
Bukan jabatan atau kedudukan. Bukan harta dan popularitas. Namun keridhaan Allah yang mereka cari.
"Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana".
(QS. An Nisa' : 104).
Semakin tenang hatiku mengingat untaian ayat itu.
Kulepas mereka pergi. Pulang kembali ke wilayah kerja masing-masing untuk menggapai visi dan misi.
Air mataku masih meleleh. Namun aku tersenyum.
Esok pagi mereka mulai melaksanakan kerja besar ini. Membangun negeri dengan segala kesungguhan hati.
Ya Allah ridhai langkah kami.
Jakarta 4 Nopember 2015

Sabtu, 17 Oktober 2015

Cerita-cerita Sertifikasi AB1 KAMMI UNY



16 Oktober 2015

                     Hari ini, saya mendapati kisah yang luar biasa dari adik-adik saya persoal sertifikasi AB1. Cerita ini adalah cerita mengharukan di pagi hari saya di hari ini. Saya bangga memiliki adik-adik seperti mereka.
                Ceritanya, pagi-pagi saya membuat pesan broadcast ke peserta sertifikasi yang telah mendaftarkan diri untuk mengikuti DM2. Pesannya adalah pesan seperti biasanya, hanya mengingatkan tentang sertifikasi. Selain itu saya juga mengingatkan tentang proses pendaftaran DM2, dimana ada beberapa tugas yang harus dipenuhi agar dapat dinyatakan lolos sebagai peserta DM2. Jadi ada 2 (dua) hal yang harus dilewati oleh seorang kader AB1 (Anggota Biasa 1) KAMMI untuk bisa mengikuti DM2, yaitu (1) sertifikasi (2) tugas-tugas dari KAMMDA penyelenggara DM2.
                Namun di UNY agak unik. Proses sertifikasi adalah proses yang sangat sakral. Proses yang sangat sangat dihormati oleh seluruh kadernya, dan tidak jarang proses sertifikasi ini akhirnya menjadi momok. Pasalnya, proses sertifikasi AB1 di UNY mengharuskan kadernya melewati 2 (dua) tahap, yang pertama adalah sertifikasi tulis, yang kedua adalah sertifikasi wawancara. Setelah sertifikasi tulis selesai, baru kader dapat lanjut ke sertifikasi wawancara.
                Maka dari itu, proses sertifikasi adalah proses yang panjang, dan membutuhkan effort yang lebih untuk dapat dinyatakan lulus sertifikasi. Nanti akan saya jelaskan tentang uniknya sertifikasi, kali ini akan saya ceritakan kisah haru yang saya dapati pagi ini.
                Melihat para kader yang mendaftar sertifikasi bekerja keras menjalani sertifikasi periode ini, dan setelah sekian lama sertifikasi berlangsung (bukan waktu yang sedikit), sekarang ini saya sudah sampai pada tahap “merasa kasihan” kepada mereka. Saya tahu persis bahwa mereka yang menjalani proses sertifikasi bukanlah orang-orang yang punya banyak waktu luang. Saya menjadi salah satu saksi proses sertifikasi yang mereka jalani, saksi kerja keras mereka, saksi pemenuhan komitmen dan tanggungjawab mereka. Mereka membaca buku dan membuat resume nya. Mereka harus rela melakukan wawancara di tengah-tengah kesibukan mereka, mengatur ulang kembali jadwal, menyesuaikan dengan jadwal tester. Sering pula mereka rela melakukan sertifikasi hingga tengah malam, pukul 24.00 (ikhwan). 
                Di dalam manhaj kaderisasi, departemen kaderisasi memiliki hak untuk dapat melakukan “percepatan” kader jika dirasa perlu. Pun dalam hal sertifikasi. Tim kaderisasi diperbolehkan melakukan kebijakan khusus untuk meluluskan kader-kadernya dari proses sertifikasi, dengan beberapa catatan. Saya pikir sudah saatnya saya menggunakan kebijakan khusus tersebut. UNY sedang memiliki banyak “pekerjaan”, karena momen sekarang ini adalah momentum mahasiswa baru memasuki kampus, ada banyak agenda yang dikerjakan, dan peserta sertifikasi kali ini adalah mereka-mereka yang menjadi “pekerja” nya. Maka dari itu mereka pasti sangat sibuk dan kelelahan. Ya, ini saatnya menggunakan hak istimewa, pikir saya.
                Lalu saya tawarkan kepada adik-adik saya, peserta sertifikasi. “Khusus untuk antum, antum diperbolehkan untuk fokus menggarap penugasan DM2.” Hal itu saya lakukan karena penugasan menuju DM2 sangat banyak dan tidak mudah. Tentu langkah itu diambil dengan beberapa pertimbangan dan perhitungan. Dengan hak istimewa ini mereka bisa langsung fokus pada pengerjaan tugas DM2 Sleman. Pesannya masih saya lanjutkan, “Pada tahap ini antum bisa ‘menomorduakan’ sertifikasi, tim kaderisasi akan mengusahakan jalan tol untuk antum.” Saya kira ini menjadi kabar gembira bagi mereka, saya lanjutkan kembali, “Namun, jika masih mau lanjut sertifikasi sangat tidak apa-apa.”

                Hal ini yang membuat saya terharu, saya memberikan pesan tersebut melalui PM (Private Massage), artinya tidak ada koordinasi di antara mereka. Namun, mereka serentak memberikan jawaban yang sama, meskipun dengan redaksi yang berbeda. Begini jawaban mereka, “InsyaAllah sembari lanjut (sertifikasi) ya mbak, dibarengi dengan ikhtiar.” Jawaban adik saya yang lain, “Tinggal 3 (tester) kog mbak, sante aja.”, Lalu jawaban satu adik lagi, “Hahah… Jangan memanjakan saya… Anak e tentara kog dialem.” Mereka seluruhnya memutuskan untuk melanjutkan sertifikasi sembari mengerjakan tugas DM2. Artinya mereka memilih level kesulitan yang lebih tinggi dari sebelumnya.

                Ya Allah Ya Rabb, di tengah-tengah kepenatan saya, saya pernah berdo’a agar Allah memberikan kabar gembira kepada saya. Apapun kabar tersebut. Untuk mengendorkan urat-urat syaraf yang sedang tegang. Dan ini adalah kabar gembira yang membuat saya bernafas lebih lega dari sebelumnya. Mendengar jawaban mereka, saya menjadi sadar, bahwa saya telah merendahkan mereka. Ternyata mereka telah dewasa, mereka memilih pilihan mereka dengan penuh tanggung jawab. Proses panjang sertifikasi tidak mematahkan semangat mereka. Saya sempat heran, dan bertanya-tanya, bahan bakar semangat apa yang mereka gunakan. Saya senang melihat adik-adik saya bersemangat. Mereka akan naik jenjang menjadi AB2 dengan kapasitas yang dapat dipertanggungjawabkan. Salut kepada mereka.
                'Beban' itu bukan beban yang ringan. Beberapa orang kalang kabut dan collapse menjalani sertifikasi. Namun mereka, membuat saya terharu dengan kerja keras dan ketulusannya.
                Proses sertifikasi semacam ini memang bukan sekedar bertujuan untuk mengetes tasqofah (pengetahuan) dan kemampuan teoritis kader saja, tapi sekaligus menguji jiddiyah kader, untuk menciptakan kader yang qowiy dan “tahan banting”.

Uniknya sertifikasi AB1 di UNY.

Ini uniknya. Ketika saya mengkomparasikan proses sertifikasi di UNY dengan kampus lain, sertifikasi di UNY terbilang unik dan “menggemaskan” bagi para kadernya. Alasannya, karena sertifikasi wawancara mengharuskan kader menemui beberapa “tester bidang” untuk dapat lulus sertifikasi. Sedangkan di kampus lain, cukup wawancara dengan 1 (satu) tester saja untuk dapat lulus sertifikasi.
Ada 7 tester bidang. Agar dapat lulus sertifikasi maka harus menemui 7 tester tersebut satu per satu, menyesuaikan jadwal tester. Jika dihitung, maka seorang kader minimal harus melakukan 7 kali pertemuan mendebarkan untuk melakukan sertifikasi wawancara. Ternyata tidak cukup di sana, jika ada tester yang merasa bahwa wawancara belum bisa dilanjutkan di pertemuan pertama karena di rasa pengetahuan peserta sertifikasi masih kurang tentang bab sertifikasinya, maka kader tersebut harus datang di pertemuan ke-dua.  Jika seluruh tester memberlakukan cara semacam itu, maka terhitung satu orang kader harus melakukan 14 kali pertemuan. Antara terharu, ingin tertawa, dan kasihan, namun sangat bangga dengan kader-kader yang bisa melewatinya.
Telebih, saya bangga memiliki adik-adik semacam mereka. Barakallah adik-adik. :) bertumbuhlah dewasa dan berkapasitas, dan yang paling penting bermanfaat untuk lingkungan sekitar sebanyak-banyaknya. Selamat berjuang. Fii sabilillah. Panggil saya jika kalian tidak menemukan saya di surga nanti ya.... Selamat berjuang fii sabilillah.


Minggu, 06 September 2015

Santap Menu Baru (Buku)

Melihat buku dengan judul yang belum pernah didengar itu sama hal nya dengan melihat makanan dengan nama aneh.

Satu buku selesai sudah hari ini, The Cronecles of Ghazi. Berbeda dengan buku sebelumnya, Alfatih 1453, yang lebih banyak menceritakan strategi, buku Ghazi ini lebih banyak menceritakan tentang Kepemimpinan di bawah Ummat Muslim adalah kepemimpinan yang menyejahterakan dan adil. Selain itu, penekanan tazkiyatun nafsi di buku ini juga sangat kuat, menyertakan Allah dalam setiap detik dan setiap langkah kita adalah keharusan. Ya kita tahu, medan perang itu memiliki hitungan per detik, bukan lagi per menit apalagi per jam.

Kemenangan atau kekalahan adalah sama saja, karena bukan itu yg ummat islam cari, tapi bertambahnya keimanan. Menjadi percuma sebuah kemenangan ketika keimanan tak bertambah derajatnya.

Kata ustad, setiap maksiat mengurangi iman kita, dan setiap ketaatan pada Allah akan menambah iman kita.

Buku adalah lentera, kita harus mendapatkan cahaya (ilmu) dari sana. Jauhi maksiat, apapun bentuknya. Saatnya berjibaku menjadi orang taat!

Alhamdulillahirabbil'alamin. Segala keutamaan datang dari Allah. 

Rabu, 19 Agustus 2015

Memulai Tarbiyah dari Awal

Ketika banyak orang bilang bahwa tarbiyah itu soal proses....

Aku teringat dengan kisah Ka’ab, teringat juga dengan kisah Khalid bin Walid.

Ini seperti memulai tarbiyah sedari awal. Aku seolah harus membangun diri dari 0, aku harus menegakkan bangunan yang roboh agar kembali tegak. Sedikit demi sedikit. Ya, aku menyebutnya dengan memulai tarbiyah dari awal.

Sebuah momentum besar ini, menjadi lompatan bagiku menuju dunia yang selanjutnya. Dunia dengan Ihti yang baru. Dunia dengan orang-orang baru. Dunia dengan sudut pandang baru. Aku seperti baru terlahir ke dunia.

Hal yang kemudian paling penting diperhatikan adalah hati.

Yang lain boleh dimulai dari awal, tapi hati, tidak. Ia harus pandai mengambil pelajaran, ia harus memanage semua perasaan yang telah dan pernah terjadi agar kesalahan-kesalahan sebelumnya tidak terulang. Ia harus lebih rendah dari sebelum-sebelumnya, ia harus mengurangi maksiat, ia harus menjauhi hal-hal yang mudah merangsang penyakit.

Ia pernah jatuh sebelumnya, maka ia harus stabil dalam waktu-waktu ke depan. Seharusnya ia mengambil pelajaran. Ia pernah membuat kesalahan sebelumnya, lepas kontrol, tak tertahan, maka ia harus lebih stabil ke depan. Seharusnya ia mengambil pelajaran.

Ia pun pernah sakit dan menyakiti, seharusnya ia mengambil pelajaran. Ia harus lebih rendah, rendah, dan lebih rendah dari sebelumnya. Meski segala sesuatu nya harus meninggi, ia tetap harus merendah, tugasnya adalah merendah. Kapasitas, kesehatan, pola hidup, kebahagiaan, kesemuanya harus meninggi, ayo segera kejar target, tapi hati, ia harus tetap rendah.

Aku rasa, hari-hari yang dilewati oleh Khalid dan Ka’ab bukan hari-hari yang mudah setelah momentum itu datang. Aku rasa, hari mereka adalah hari yang luar biasa, mereka pasti memiliki hati yang luar biasa rendah dan iman yang begitu tinggi.

Memulai tarbiyah dari awal, dan kuucapkan selamat datang dunia baru. Selagi aku punya Allah, segalanya telah cukup.

Selasa, 18 Agustus 2015

GURU BANGSA: Menjawab Permasalahan Dasar Indonesia



Bismillahirrahmanirrahim.

Ketika ada banyak lokus diskusi digelar, mendiskusikan apa permasalahan dasar Indonesia, banyak yang bersepakat dengan pendapat bahwa permasalahan dasar di Indonesia adalah PENDIDIKAN.





Membincangkan pendidikan adalah hal yang sangat menarik. Permasalahan ekonomi masyarakat Indonesia yang tidak merata, permasalahan moral anak bangsa yang tidak seharusnya, permasalahan gaya hidup yang berlebihan, permasalah korupsi di kalangan pejabat, permasalahan kesehatan masyarakat yang rendah, dan permasalahan daerah-daerah tertinggal, semua permasalahan tersebut berakar dari permasalahan pendidikan di Indonesia. Pun, permasalahan pendidikan itu sendiri bermacam-macam bentuk nya. Mulai dari permasalahan tidak meratanya kualitas pendidikan di tiap daerah, sumber daya pendidik yang belum sesuai, pendidikan yang berbatas pada pengetahuan kognitif (saja), dan permasalahan lainnya.

Namun sebelum melangkah lebih dalam, hal yang harus jauh-jauh dibuang adalah anggapan bahwa pendidikan hanya dapat dilakukan oleh badan atau lembaha formal. Jadi pendidikan yang sedang kita bincangkan sekarang bukanlah pendidikan di lembaga formal, namun pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan yang menjadi tanggung jawab setiap orang, pendidikan ibu ke anaknya, pendidikan ayah ke anaknya, pendidikan kakak ke adiknya, pendidikan orang dewasa ke yang lebih muda, pendidikan guru ke murid nya, pendidikan dari pemilik ilmu ke pencari ilmu. Ya...setiap orang mengemban tugas pendidikan, sesuai dengan peran masing-masing.


Ada beberapa orang tua yang “nekat” tidak menyekolahkan putera puteri nya di sekolah formal (SD, SMP, SMA) namun mendidiknya secara pribadi, dan memberikan treatment khusus, atau juga memberikan pendidikan di sekolah-sekolah non formal. Nyatanya hal-hal tersebut tidak membatasi putera-puteri mereka menjadi lebih sukses, bermoral, dan beragama dengan baik. Lembaga formal hanyalah FORMULA khusus yang menjadi upaya pemerintah Indonesia dalam menangani permasalahan pendidikan di Indonesia. Saya rasa wajar, dalam pemerintahan memang tidak mudah menangani suatu permasalahan tanpa menggunakan hal-hal yang memiliki landasan yuridis yang kuat, seperti halnya menangani permasalahan pendidikan, pemerintah memerlukan LEMBAGA fomal, berupa sekolah. Namun kembali lagi, bahwa kita akan mengembalikan pendidikan ke dalam makna yang seluas-luasnya.

Maka dari itu, anggapan bahwa GURU BANGSA hanya ditujukan kepada orang-orang yang berpofesi sebagai guru di sekolah (saja) harus kita singkirkan juga.
Menjadi guru bangsa adalah persoal jiwa. Menjadi guru bangsa adalah persoal menjadi solusi bagi permasalahan bangsa. Menjadi guru bangsa, bisa dilakukan oleh siapa saja. Itu mengapa menjadi guru bangsa adalah menjadi jawaban bagi permasalahan dasar Indonesia, pendidikan. Mulai sekarang kita harus menjadi pelopor perbaikan pendidikan di Indonesia, dengan menanamkan jiwa guru bangsa dalam diri kita.


Guru bangsa, ia adalah orang yang menjadi teladan bagi siapapun yang ada di samping kanan kiri dan depan belakangnya. Tiap tuturnya enak didengar dan dapat dipercaya oleh siapapun yang mendengar. Sederhananya, di sanalah poin pendidikan yang masih menjadi masalah dasar kita bisa kita selesaikan, apabila masing-masing bisa menyadari betapa penting kita memiliki karakter seorang guru bangsa. Jika masing-masing kita telah mampu menyelesaikan permasalahan dalam diri kita, lalu kita mampu menularkan ilmunya, saling belajar, kita benahi pendidikan bangsa kita bersama-sama.  Mari kita perbaiki Indonesia bersama-sama, dengan mengemban tagline GURU BANGSA, dimulai dari diri pribadi, ditularkan ke orang di kanan kiri, dan bangkit bersama, bergerak bersama, perbaiki Indonesia.

best regards, Ihtisyamah.  






sumber gambar:
1.http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.sman2-padangpanjang.sch.id/images/Nelson-Mandela.jpg&imgrefurl=http://www.sman2-padangpanjang.sch.id/?p%3Ddetberita%26id%3D90&h=498&w=996&tbnid=y4T-p5ZljdkvnM:&docid=8MN8rA-nfdP_GM&ei=go3SVceFGIijugSuwIOYBw&tbm=isch&ved=0CE4QMygUMBRqFQoTCMfOi77AsccCFYiRjgodLuAAcw
2.http://www.google.co.id/imgres?imgurl=https://pbs.twimg.com/media/CD-Y5iIUIAAkWf8.jpg&imgrefurl=http://www.kaskus.co.id/thread/55455dbcd675d4f74d8b456a/6-fakta-menyedihkan-mengenai-pendidikan-di-indonesia&h=375&w=600&tbnid=Yw1KyLh7pCg0lM:&docid=iwDBeZ8LGCnMWM&ei=qY3SVea5BM6gugSSwYKYAw&tbm=isch&ved=0CGgQMyhGMEZqFQoTCKayxNDAsccCFU6QjgodkqAAMw

Senin, 17 Agustus 2015

Aku Melihat Keistimewaan dalam Diri Setiap Orang



Dulu, aku beranggapan bahwa setiap orang harus hidup dengan caraku. Aku sekarang sadar, bahwa anggapanku salah besar. Aku seharusnya melihat dunia yang lebih besar dari dunia tempatku tinggal.

Dan...
Allah mengabulkan permintaanku itu. Akhirnya aku melihat dunia yang lebih besar. Allah memperkenalkanku pada dunia-dunia yang luar, di luar yang biasa kulihat. Akhir-akhir ini Allah memperkenalkanku pada orang-orang baru, pada suasana-suasana baru, pada hal-hal baru, pada tempat-tempat baru. Aku berusaha mencerna apa yang sedang Allah rencanakan untukku? Tapi dunia yang Allah miliki terlalu besar untuk sekedar aku terka, sedang pengetahuanku sangat kecil. Semakin aku mengetahui dunia Nya yang begitu luas, terasalah bahwa aku terlalu kerdil.

Beberapa waktu lalu Allah memberiku kesempatan untuk bicara. Dari kesempatan itu, aku mengerahkan seluruh tenaga. Dan sampai pada puncaknya, aku membuat kesalahan yang begitu besar dari kesempatan bicara yang aku punya. Aku bicara namun menyakiti banyak orang, menyakiti banyak pihak, bahkan hingga merusak tatanan yang sudah ada sebelumnya, itu adalah kesalahan besar. Baru kali ini aku menyadari bahwa kekuatan bicara dapat menimbulkan kerusakan yang luar biasa jika tak dilakukan pada tempat dan waktu yang tepat. Aku mengalami penyesalan yang dalam. Ya,,,, Allah sedang ingin menunjukkan bahwa Ia lah satu-satu nya Yang Berkuasa, Ia lah satu-satu nya pemilik kesempatan, Ia lah satu-satu nya yang berhak memberi kesempatan, dan juga yang berhak mencabut kesempatan, tidak ada satu makhluk pun yang bisa menandingi Nya.

Hal itu terjadi persis seperti bunga Mawar Kuning di depan kamarku. Mawar itu memiliki 7 kuncup yang cantik luar biasa. Semua orang yang lewat di depan kamarku meng-elu-elu-kannya. Saat aku pulang dari menginap selama dua hari, 3 kuncup sekaligus patah dari tangkainya. Ya, Allah lah yang benar-benar memiliki kekuatan atas hidup dan mati makhluk Nya, hanya Ia lah satu-satu nya. Mawar yang kukira akan tumbuh dan berkembang cantik kesemuanya, secara tiba-tiba tanpa bisa aku mengira/menerka nya, mereka patah dan mati.

Satu hal yang sangat aku syukuri adalah ketika aku masih memiliki mulut untuk bicara, dan aku harus mempergunakannya sebaik mungkin agar tidak mengulangi kesalahan sebelumnya. Sama halnya dengan kesyukuranku atas mawar kuning yang masih tersisa. Aku harus merawatnya dengan baik, agar mawar yang tersisa itu bisa bertumbuh lebih baik.

Sampai pada tahap itu....

...aku mengalami dunia yang membalik. Aku takut untuk bicara. Pada akhirnya, aku memilih untuk lebih banyak diam. Lalu saat-saat seperti inilah, Allah menunjukkan kuasa Nya yang jauh lebih dahsyat. Saat diamku, aku mengenal lebih banyak orang, karena aku lebih banyak diam maka aku menjadi orang yang lebih banyak mendengarkan, dari sanalah aku mengenali banyak orang.
Aku mendengarkan mereka bicara, aku melihat mereka bertingkah, aku memperhatikan mereka berpolah. Aku senang mengenal mereka. Lucu rasanya. Bisa melihat mereka dengan keistimewaan dan keunikan mereka masing-masing. Allah mengaruniakanku dunia yang penuh kebahagiaan dengan mengenal mereka.

Ternyata mereka semua luar biasa.

Dari ia yang aku kenal sebagai orang yang sangat tegas, berubah menjadi orang yang sangat humoris dan jahil. Bukan, itu bukan perubahan, aku yakin itu adalah sifat asli. Inilah isteimewa nya orang satu ini, ia dapat menempatkan diri nya dengan baik sesuai setting lingkungan dan suasana, ia luar biasa.

Ada pula, ia yang aku kenal sebagai orang yang kekanak-kanakan, rupanya ia adalah orang yang benar-benar kekanak-kanakan. Aku ingin tertawa memperhatikannya. Namun ia adalah orang yang ahli di bidangnya, sangat tidak mudah menyerah, dan sedikit sekali mengeluh. Inilah istimewa nya ia, ia adalah orang yang selalu berpandangan positif bagaimanapun orang lain memandangnya, ia luar biasa. 

Ada pula, ia yang sangat sabar, belum pernah aku jumpai yang lebih sabar daripadanya. Bahkan aku tak bisa menebak jalan pikirannya yang sangat mudah memaafkan orang lain yang berbuat buruk padanya. 

Setiap orang memiliki keistimewaan masing-masing, dan kini aku menjadi orang yang sangat percaya, bahwa setiap orang di samping, kanan, kiri, depan, belakang ku, adalah orang istimewa. 

Mereka adalah orang-orang yang memiliki proses nya masing-masing, yang menginspirasi proses kehidupan yang akan aku jalani ke depan. Proses kehidupan mereka istimewa. Aku memperhatikannaya dengan seksama, senang mengenal mereka, sangat senang. Mungkin ke depan, Allah akan mempertemukanku dengan orang-orang lain yang luar biasa lagi, atau Allah akan membukakan mataku akan orang-orang lama yang tidak kalah luar biasa. Aku menikmati proses ini. Aku menikmati proses ku. 

Terimakasih Ya Allah, memperkenalkanku pada mereka, yang luar biasa. Terimakasih telah menunjukkan kuasa Mu, lewat pembelajaran yang luar biasa. Seakan Allah dengan sengaja membuatku jatuh, agar aku bisa mengambil pelajaran berharga, dan memulai untuk bangkit dan berdiri dengan lebih hati-hati.


Allahummanfa’na... 

Rabu, 12 Agustus 2015

Menyikapi Tema OSPEK UNY 2015: Guru Bangsa

Guru Bangsa, saya sumringah mendengar frasa tersebut. Terdengar elegan, dan penuh heroisme. Dulu, saat saya sedang surfing di internet, mencari tahu tentang OSPEK di beberapa universitas, untuk membandingkan OSPEK yang ada di UNY dan OSPEK yang ada di luar UNY, saya mengalami kebingungan.

Kebingungan itu terjadi karena saya merasa bahwa OSPEK yang ada di UNY sama saja dengan OSPEK yang ada di universitas lain. Seperti tidak memiliki keistimewaan. Saat surfing tersebut, saya menemukan bahwa di salah satu kampus besar di Indonesia bagian barat, euforia nya sangat tinggi. Dan kebanggaan para mahasiswa barunya di universitas tersebut meletup-letup, banner terpasang menyambut mereka, "Selamat datang mahasiswa baru, di kampus terbaik"

Mengapa hal itu tidak juga dilakukan di UNY? Membuat mahasiswa barunya merasa memiliki rasa kepemilikan yang besar terhadap kampusnya, bangga terhadap kampusnya. Inilah UNY, kampus nya para guru, kampus nya para pendidik, kampus istimewa, maka dibutuhkan suplemen khusus bagi mahasiswa baru untuk bangga terhadap kampusnya, kampus biru. Tapi suplemen yang bagaimana? Sampai saat itu saya hanya bisa bertanya dan bertanya.

Akhirnya, tahun ini, kabar gembira terdengar di telinga, frasa hebat, frasa penuh makna, frasa yang sangat menggambarkan kampus kami tercinta, GURU BANGSA. Frasa itu langsung membius saya, ya ini kampus saya, kampus para GURU BANGSA! Saya menemukan keistimewaan UNY di OSPEK tahun ini. Meski sayang, saya tidak terlibat lagi di kepanitiaan OSPEK, tapi buat saya ini adalah kabar gembira bagi para maba UNY, suplemen awal bagi mereka untuk merasakan atmosfer kampus pendidikan ini sejak awal mereka menginjakkan kaki di kampus, sejak OSPEK. Kalian beruntung, Dik.

Selamat datang di kampus tercinta, UNY! Selamat datang para pemimpin masa depan! Selamat datang pewaris peradaban!

Dilihat dari susunan frasa "GURU BANGSA" seperti nya panitia penyelenggara memiliki maksud dan tujuan untuk OSPEK tahun 2015 ini, namun terlepas dari maksud yang mereka tuju, saya menyatakan bangga dengan frasa yang dipilih oleh panitia dan saya punya argumen tersendiri tentang susunan dua kata tersebut.

Meskipun kami berkuliah di universitas yang dulunya adalah IKIP yang kental dengan ilmu kependidikan atau ilmu keguruannya, bukan berarti seluruh yang ada di universitas kami adalah calon guru (secara profesi), karena terdapat beberapa jurusan yang notabene adalah jurusan ilmu murni (non keguruan). Untuk itu, frasa GURU BANGSA ini tidaklah bisa dimaknai secara denotasi (atau pemaknaan apa adanya). Guru di dalam frasa ini bukan menunjukkan guru sebagai profesi, namun GURU dalam frasa ini adalah GURU SEBAGAI JIWA. Setiap mahasiswa di UNY haruslah memiliki jiwa seorang GURU, seorang PENDIDIK, meskipun ia bukan berprofesi sebagai guru.

Inilah hal yang harus digaris bawahi dengan tebal oleh semua orang, makna guru sebagai jiwa, bukan sebagai profesi. Lalu bagaimana cara memaknai kata guru sebagai jiwa?

...bersambung ke: 
http://ihtisyamah.blogspot.com/2015/08/guru-bangsa-menjawab-permasalahan-dasar.html

Kamis, 23 Juli 2015

Aku Ingin Menatap Wajah Kehidupan, Lekat

Aku ingin menatap wajah kehidupan lekat-lekat, dengan tersenyum. Dan aku ingin bercengkerama dengan wajah ceria di hadapannya.

Hai, kehidupan.
Selama ini aku merasakan telah salah bergulat dengan hal-hal kecil bersamamu. Ternyata, ada masih banyak stok hal-hal besar yang belum aku beri perhatian.

Kemarilah, mendekat, aku ingin meminta maaf dengan tulus kepadamu. Biar kulihat wajahmu dari dekat.

Sekilas aku memperhatikan angin sejuk, mungkin aku lebih suka menirunya, di kehidupan mendatang. Biarkan mengalir, dengan usaha paling keras yang bisa kulakukan.

Cinta, adalah bahasan yang dewasa ketika ia tersimpan dengan rapi. Sedangkan ia adalah bahasan anak kecil ketika ia terumbar. Mungkin ia bukan hal sepele yang mudah saja kita singkirkan, tapi, memunculkannya di hadapan umum adalah polah kekanak kanakan... Masih terlalu banyak hal besar yang harus diprioritaskan.

Allah, terimakasih telah menghadapkan beribu wajah kehidupan di depanku. Mereka memberiku pelajaran berharga, tentang kemantapan pendirian. Berbuat baik dengan segenap usaha pada ribuan wajah kehidupan, adalah pendirian.

Aku akan bekerja keras. Sepenuh energi. Dan berbuat baik, sepenuh hati. Pada kehidupan.

Sedang kupastikan bahwa urusan di tanganku adalah urusan-urusan prioritas. Bukan urusan-urusan sepele lagi sia-sia. Segala kekuatan hanya datang dari Allah swt. Mohon kuatkan dalam keistiqomahan, Ya Kariim...

Hai, kehidupan... :) aku di hadapanmu, dan aku menantangmu. :)

Sabtu, 11 Juli 2015

Menarik, Ini tentang Teko dan Isinya

Bismillah...

Sudah sering dengar cerita tentang teko dan isinya? Bahwa sebuah teko tidak akan bisa mengeluarkan sesuatu yang tidak ada di dalam nya. Bahwa seseorang tidak dapat memberi dengan apa yang tidak ia punya.

Ya, awalnya saya agak bosan dengan cerita tersebut, namun ternyata cerita kali ini berbeda.

Saya mendapat cerita ini dari sebuah kajian sore, di masjid Al Mujahidin UNY. Saya lupa saat itu kajian bersama ustad siapa, barangkali teman-teman ada yang ingat bisa sampaikan ke saya.

Bagi saya, ini cerita yang tidak terduga.

:::

Suatu saat ada seorang ulama yang dihujat oleh orang yang suka menghujat. Ulama ini diteriaki keras di hadapan banyak orang. Ia diteriaki atas hujatan yang tidak sepantasnya, bahkan cenderung kepada fitnah. Namun ulama ini diam saja. Alhasil, para muridnya lah yang geram. Para muridnya ini menahan rasa marah mereka, sebelum akhirnya terluap.

Para muridnya balik berteriak pada si penghujat. Mereka benar-benar marah, tidak terima ketika guru mereka dihina di hadapan banyak orang atas apa yang tidak dilakukannya. Mereka menentang hujatan si penghujat dengan teriakan yang sama kerasnya.

Namun si ulama ini tetap diam, dan justru menahan para muridnya untuk berteriak, ia menyuruh mereka juga diam.

Para murid justru bertambah marah, "Bagaimana bisa kami diam sedangkan Anda dihujat habis-habisan atas apa yang tidak Anda perbuat, terlebih di hadapan banyak orang ustad...???"

"Kenapa Anda diam saja ustad???"

Dengan tenang ustad itu menjawab, "Bukankah sebuah teko hanya mampu mengeluarkan apa yang ada di dalam nya? Dan tidak mampu mengeluarkan apa yang tidak dia punya?

Orang yang mampu menghujat adalah orang yang hati nya berisi kebencian, dipenuhi kedengkian, hingga akhirnya ia keluarkan dari mulut dalam bentuk hujatan, begitu pun orang yang marah, orang yang mampu marah adalah orang yang di dalam hatinya terdapat kemarahan, bukankah teko hanya dapat mengeluarkan isi yang ia punya di dalamnya? Biarkan saja orang-orang di sekeliling kita menunjukkan apa isi teko nya, jika yang ia punya adalah kebencian ya begitulah jadinya, kita diam saja."

Sontak seluruh muridnya terdiam, dan diam-diam mereka sangat malu. Ustad mereka tidak marah karena memang di dalam hatinya tidak terdapat kemarahan, dan mereka menyadari bahwa kemarahan yang secara refleks mereka buat saat menghadapi si penghujat menunjukkan di dalam diri mereka ada kemarahan, sedangkan Nabi Muhammad dengan sangat disiplin mengatakan, "Jangan marah, jangan marah, jangan marah, Maka bagimu surga." Nabi Muhammad mengatakan "Jangan marah " sebanyak tiga kali, itu berarti betapa pentingnya meredam kemarahan.
:::

Benar bukan, bahwa sebuah teko hanya dapat mengeluarkan isi yang ada di dalam dirinya. Baik isi yang sifatnya baik maupun isi yang sifatnya buruk.

Kalau biasanya saya mendengar cerita tentang teko dan isinya adalah tentang seseorang yang harus belajar terus menerus karena sebuah teko harus memiliki isi, agar ia bisa mentransfer isi tersebut ke gelas, ternyata "isi teko" yang dibahas kali ini di luar dugaan saya.

Benar juga ya, bahwa sebenarnya apa saja yang keluar dari dalam diri kita itu menunjukkan isi yang ada di dalam diri kita. Ini menjadi bahan evaluasi saya, sangat berharga untuk dijadikan pelajaran bagi saya.

Terimakasih banyak ustad, atas cerita luar biasa ini. :)

Mari menjadi teko yang berisi kebaikan.

Sidareja, 11 Juli 2015

Sumber gambar:
http://coachraditya.com/wp-content/uploads/2014/07/teko-dan-isinya.jpg

Mental pemenang


Sebuah pengantar dalam kehidupan ini, Al Qur'an yang mulia, telah banyak menceritakan kisah-kisah tentang mental pemenang yang dimiliki oleh Putra Sayyid Abdullah, Nabi Muhammad SAW.

Terharu mendengar kisah beliau yang memiliki pelindung Yang Maha Melindungi, Nabi tidak memiliki pelindung selain Allah Rabbul Izzati.

Begitulah kita seharusnya dalam menghadapi perang dalam kehidupan kita, perang yang wujudnya tak lagi menggunakan senjata yang melukai, melainkan perang dengan menggunakan etika dunia modern.

Mental seorang pemenang yang telah dicontohkan oleh Nabi SAW, adalah mental yang seharusnya kita miliki. Mental pemenang adalah dimana kita TIDAK mengusahakan secara Maksimal namun kita harus lebih dari maksimal. Going the Extra Miles. Lebih dari apa yang diusahakan orang lain.

Karena seorang pemenang tidak sekedar menggunakan kemampuan yang ia miliki secara maksimal, namun juga mengusahakan apa yang belum ia miliki, bagaimanapun caranya (masih dalam lingkup aturan) ia akan mencari solusi untuk menang. Ya SOLUSI! Itu yang dicari oleh seorang bermental pemenang.Bukan ALASAN! Apapun itu, kesalahan, kealpaan, kekurangan yang ia miliki bukanlah modal untuk ia mencari-cari alasan, namun modal untuk mencari SOLUSI.

Karena orang yang mencari-cari alasan sama halnya seperti orang yang berusaha untuk kembali ke masa lalu, berkutat dengan masa lalu, berusaha mengembalikan air dari hilir ke hulu, seperti orang yang ingin mengembalikan bunga yang telah mekar untuk kuncup kembali.

Sedangkan orang yang bermental pemenang, yaitu mereka yang mencari solusi dari kekurangan mereka, untuk memperbaiki kesalahannya, dan berkonsentrasi pada masa depan, bukan masa silam!

Mari kita bangun mental seorang PEMENANG dalam akar diri kita yang paling dalam untuk menumbuhkan batang, dahan, daun, bunga dan buah nya sebagai hasil usaha kita mencari solusi, bukan berhalusinasi ke masa silam!

Allahuakbar! Mari menang!
_Diana Azhar Al Rasyid_

Aku Bola Ping Pong, Bukan Bola Kasti...



Bismillah,

Dulu, tulisan ini hanyalah sebuah status singkat, dan kini berkembang untuk menebar senyum dalam sedih yang mengikat. Ammiin. :)

Seringkali dalam keadaan yang sulit, para kuman berevolusi (ini bukan iklan), menjadi lebih kebal dan hebat, mereka belajar dari kegagalan yang lalu, mereka jadikan kegagalan itu seolah ‘mata kuliah’ penting dalam kampus ‘realita kehidupan’ . Lalu akankah manusia (kita) akan kalah dengan kuman-kuman itu? Dalam keadaan drop atau futur, atau apapun bahasanya, kita harus memikirkan bagaimana cara berevolusi, bangkit, tidak tenggelam dalam lumpur menyedihkan bernama kegagalan. Tidak kalah dengan kuman. :)

Lalu hubungannya kuman dengan bola? Hehe. Ya, bola itu bermacam-macam, ada bola pingpong, ada bola kasti, ada bola sepak, ada bola takrow, ada bola voly, kesemuanya adalah bola, tapi masing-masing mereka berbeda. Inilah poinnya, mereka berbeda, padahal sama-sama bola. Balikkan cermin itu pada kita, kita, dengan teman kita, dengan musuh (lawan) kita sama-sama manusia, tapi kita sama sekali berbeda, karena memang begitulah fitrahnya. Bola ping pong tidak bisa disamakan dengan bola kasti, daya lontar masing-masing mereka berbeda. Begitupun kita, kita dengan teman kita memiliki ‘daya lontar’ yang berbeda pula, memiliki tingkat kemampuan yang berbeda. Nah, yang sering menjadi kesalahan kita adalah ketika kita gagal, seringkali kita mengukur kegagalan kita dengan melihat kesuksesan orang lain, mengukur kemampuan kita dengan kemampuan orang lain, padahal kita berbeda!

Bola pingpong dan bola kasti, mereka sama-sama dapat memantul, tapi pantulannya berbeda. Ketika kita menjatuhkan kedua bola itu ke lantai yang sama, maka yang terjadi adalah pantulan keduanya tidak sama tinggi, bola ping pong akan memiliki pantulan yang lebih rendah. Itu nyata! Tapi apa bisa dikatakan bola ping pong itu gagal? TIDAK! Karena memang begitulah sifat bola ping pong tidak bisa disamakan dengan bola kasti yang bisa membumbung tinggi. Sekali lagi mereka berbeda. Kitapun begitu. Teman kita, bisa mendapatkan ini dan itu dari usahanya, sedangkan kita tidak, apakah itu sepenuhnya bisa dikatakan sebuah kegagalan? Kita mengukur dengan parameter yang salah. Seolah kita menimbang gunung dengan timbangan emas, mengukur kemampuan kita dengan timbangan kemampuan orang lain. Padahal kita istimewa, kita adalah emas, meski ringan kita adalah benda berharga.

Baiklah, sampai di sana, pemikiran kita sudah berubah. Kita adalah kita bukan orang lain. Bola ping pong adalah bola pingpong, bukan bola kasti. Ukuran keberhasilan kita diukur dengan parameter diri kita, bukan dengan parameter orang lain.

Lanjut bercerita tentang bola ping pong.
Bola, pada hakikatnya dapat memantul tinggi, ia dapat memantul jauh ke atas, tapi sadarkah? Bola sebelum memantul ke atas PASTI jatuh atau dijatuhkan ke bawah lebih dulu. Ya memang begitu kehidupan manusia, maka la Tahzan! Jangan bersedih! Manusia ada kalanya mendapati kegagalan dalam hidupnya, tapi itulah strategi Allah untuk melontarkan kita jauh lebih tinggi dari sebelumnya, itulah siasat Allah untuk menghibur manusia, bahwa setelah kegagalan pasti ada kesuksesan, inna ma'al 'usri yusro, setelah kesulitan pasti ada kemudahan, hayo itu Qur'an surat apa? hihi.

Allah ingin menguji kita, karena tidak dikatakan beriman seseorang yang belum diuji. Ketika kita mendapati kegagalan, berbaik sangkalah pada Allah. Ibaratkan bola ping pong ada di tangan orang yang sedang berdiri, dan bola itu dijatuhkan, maka akan ada 3 kemungkinan. Kemungkinan pertama adalah bola itu akan melesat ke atas secara tegak vertikal, kemungkinan kedua bola pingpong itu akan memantul ke kanan atau ke kiri, kemungkinan ke-tiga bola itu akan memantul tidak lebih tinggi dari posisi awalnya.

Analogi yang pas untuk kita, ketika Allah sedang menguji kita dengan kegagalan, Allah menjatuhkan kita, Allah membuat kita merasakan sakit, dan Allah membiarkan hamba Nya memilih pantulannya sendiri, dengan 3 pilihan, setelah dijatuhkan (diuji dengan kegagalan) pilihan pertama bagi manusia adalah melesat tinggi dengan grafik naik ke atas, atau sama-sama ke atas tapi dengan grafik yang miring ke kanan atau ke kiri, atau pilihan ketiga menjadi futur jauh lebih futur dari keadaan sebelum diuji. Kita  manusia? Mau pilih yang mana? Bola tidak memiliki pilihan, tapi kita manusia... kita punya pilihan, kita yang menentukan usaha kita, akan memantul seperti apa dan kemana? :)

Memantullah ke atas, melesat tinggi, jadikan kegagalan sebagai trampolin, membuat kita melesat jauh lebih tinggi lagi, dan tersenyumlah, katakan selamat tinggal pada kesedihan, syukuri nikmat yang banyak ini, karena masih ada 99 macam nikmat lagi di syurga kelak, nikmat di dunia hanya 1/100 saja, masihkah kau diam?
Namun bukan berarti ini menjadi alasan bagi kita untuk nyaman berada di zona kegagalan, saatnya bangkit dan melesat. :) Cari arena lapangan tenis meja, agar potensi pingpong kita maksimal. Serahkan lapangan tenis indor pada bola kasti. Cari tempat yang tepat untuk kita, sampai kita menemukannya. Sertakan ridho Allah di sana. Memantul dan melesat!

Memantul dan melesat, ya, terkadang tidak semudah itu kita memantul, tergantung juga pada media pantul kita, bola ping pong akan memantul dengan baik pada lantai yang keras, lalu bagaimana jika ia jatuh ke lumpur? Ia tidak bisa memantul. Ya, kematian, kematian adalah lumpur yang akan menghentikan pantulan kita. Kematian itu hal yang niscaya, pasti! Tapi kehidupan kita yang sebenarnya akan kita dapatkan setelah melewati fase lumpur itu, setelah fase kematian, selagi masih di atas, jadilah orang cerdas, seperti apa orang cerdas itu, dikatakan bahwa orang cerdas adalah orang yang paling baik dalam mempersiapkan amalannya untuk bekal di akhirat sana.

Selamat memantul ke atas, dan berbagilah dengan saudara kita meski hanya sekadar senyuman, jangan tampakkan kesedihan, kunyahlah ndengan baik teori motivasi dari banyak buku, telan sari-sarinya, edarkan ke seluruh tubuh, dan berkaryalah bangun peradaban, peradaban orang-orang salih, mulai dari satu orang di kanan kita, kemudian satu orang di kiri kita, dan banyak orang di kanan kiri depan belakang kita. Tersenyumlah dan berbahagialah, Allah bersama orang-orang yang sabar.
_Diana Azhar Al Rasyid_

Hati-hati Dengan Sajadah Kita :)

Bismillah,
Salah satu kewajiban kita sebagai ummat muslim, adalah salat 5 (lima) waktu. Untuk kewajiban yang satu ini, sudah tidak ada lagi tawar menawar, sudah paten dan tidak bisa diganggu gugat. Subhanallah, Allah memberikan banyak sekali nikmat yang tersirat dalam gerakan maupun do’a-do’a dalam salat, seperti salah satunya telah banyak dikaji yaitu mengenai manfaat salat dalam kesehatan.

Lalu apa hubungannya sajadah dan kesehatan? Sebenarnya bahasan kita bukan masalah sajadah dan kesehatan, tapi mengenai teknis salat kita sehari-hari. Bagi yang laki-laki, Allah menganjurkan untuk salat berjamaah di Masjid. Sedangkan yang perempuan berjamaah di rumah. Dan Allah akan memuliakan orang-orang yang salat berjamaah baik laki-laki maupun perempuan dengan pahala yang berlipat ganda, hingga 27 kali.

Para jamaah di Masjid seringkali sudah membawa peralatan salat lengkap, mukena, sarung, peci, dan tak lupa sajadah panjang masing-masing. Nah, sajadah ini yang terkadang kurang pas dalam pemanfaatannya. Sajadah digunakan sebagai alas solat, karena terkadang lantai atau tanah tempat kita solat masih kotor, maka sajadah digunakan sebagai alas. Mungkin tidak akan menjadi masalah ketika kita melakukan salat munfarid (salat sendiri). Tapi akan kurang ahsan (baik) ketika digunakan dalam salat berjamaah, karena apa?
Karena realita yang sekarang ada adalah, lebar sajadah melebihi lebar pundak kita, sehingga tidak jarang, saat salat berjamaah, kita menggelar sajadah masing-masing, ada yang kecil, ada yang sedang, dan ada yang sangat lebar. Tapi biasanya kesemuanya melebihi lebar pundak kita. Lalu kenapa itu menjadi masalah?

Allah telah memerintahkan kita untuk merapikan barisan, seperti dalam surat yang tersohor, As Shaf ayat 4, “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” Termasuk di dalamnya, merapikan barisan saat salat, seperti tertuang dalam hadits berikut, “Dari Anas bin Malik ra, Rosulullah bersabda: Luruskan shaf-shaf kalian, dekatkan jarak antaranya, dan sejajarkan bahu-bahu kalian! Demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, sesungguhnya aku melihat setan masuk dari celah-celah shaf seperti anak kambing. (HR: Abu Dawud, Ahmad dan lainnya, dishohihkan oleh Imam Al-Albani).



Maka jelaslah perintah untuk menyejajarkan bahu dan merapatkan shaff saat salat, maka akan menjadi masalah, ketika realitanya di masyarakat saat salat berjamaah, semua orang menggelar sajadahnya dan salat di atas sajadahnya masing-masing dengan menyisakan celah di kanan kiri sajadahnya, seakan mereka tidak memiliki tetangga kanan kiri yang seharusnya sama-sama merapatkan barisan (shaff).
Telah jelas masalahnya. Kita harus berhati-hati dengan sajadah kita, meskipun sajadah kita lebar selebar lapangan bola sekalipun, marilah merapatkan barisan dalam salat. Marilah menyejajarkan bahu, dan tidak terkungkung oleh ‘keegoisan sajadah’ kita masing-masing. Sajadah boleh berjejer dan merapat dengan lebarnya masing-masing, tapi barisan salat kita, harus tetap rapat bahu. Nah, tinggal merapatkan bahu, hal yang sederhana dan gampang kan?

Terkadang, mudah bagi kita saling mengingatkan untuk merapatkan barisan bagi kaum muda, karena anak-anak muda masih open minded (kecuali yang tidak :P). Namun, ketika berada di masjid kampung, jamaah yang hadir kebanyakan adalah para orang tua, dan kita akan merasa sungkan untuk mengingatkan mereka. Terutama ibu-ibu yang sajadahnya lebarnya minta ampun, apalagi bagi yang ‘katanya’ sudah bergelar haji, mereka akan membawa sajadah tebal nan lebar kesayangan mereka, dan bisa kita lihat betapa barisan dalam salat itu memiliki banyak sekali celah, hasil dari banyaknya sisa sajadah di sisi kanan dan kiri mereka, padahal kalau diisi satu orang lagi mungkin masih cukup di tiap-tiap celahnya. Untuk kasus yang satu ini, mungkin membutuhkan waktu yang lama dalam penyelesaianannya, karena kita juga harus ‘ngajeni’ atau menghormati orang tua, mengingatkan mereka dengan sopan, dengan unggah ungguh yang benar.

Tapi bukan berarti kita diam saja melihat hal seperti itu, mari peduli dengan berbagi, mungkin mereka yang masih menyisakan celah dalam barisan salatnya dikarenakan mereka belum tahu, maka kewajiban kita untuk memberi tahu mereka :) dengan cara yang baik, seperti perintah berikut, “Hai orang-orang yang beriman, Barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin...” Q.S. Al Maidah ayat 54.
Mari peduli dan mari berbagi.

_Diana Azhar Al Rasyid_

Minggu, 05 Juli 2015

Cita-cita Sederhana

Bismillah,

Dear Diana,
Dii, hari ini luar biasa ya... Aku menghabiskan hari bersama temanku, ammah Nafilla, menonton film-film pendek inspiratif. Lumayan, ternyata bisa mengembalikan puing-puing semangat kita.

Sebenarnya hari ini adalah hari dimana aku menemukan jawaban dari pertanyaan, "Kenapa mbak-mbak di pondok itu punya cita-cita beli mukena baru untuk hati raya/ramadhan?"

Salah satu iklan yg mwnyertai film pendek yang kita tonton Dii..menceritakan tentang cita-cita sederhana para pemulung. Cita-cita mereka adalah: memiliki sandal layak pakai, memiliki mukena baru, memiliki uang cukup untuk membeli makanan enak di hari raya.

Bagaimana kau melihat cita-cita mereka Dii? Luar biasa ya? Iya Dii, jika di pandang dari latar belakang mereka maka cita-cita yang kuceritakan itu bukan lagi cita-cita sederhana, melainkan cita-cita luar biasa.

Tapi Dii, ketika ada banyak orang yang ekonominya memadai, merencanakan membeli baju baru, mbak-mbak muslimah itu tidak. Mereka malah menganggarkan mukena baru. 

Kini aku tahu alasannya. Dan sekarang, aku pun ingin membeli mukena baru ketimbang baju baru Dii. Mungkin aku terpengaruh.

Begini ceritanya. Di ponpes mahasiswa ini, sejak awal ditekankan supaya kami menggunakan mukena yang tidak tembus pandang. Karena ketika solat, kita tidak boleh menyepelekan pakaian solat kita sedikitpun. Jika tembus pandang, itu artinya aurat kita tidak tertutup sempurna.

Maka di awal-awal keberadaan kami si ponpes ini kami sibuk membuat agar mukena kami yg kebanyakan parasut agar tidak tembus pandang. Kami dobel lah menggunakan jilbab dan lain-lain. 

Berhasil tidak tembus pandang? Berhasil Dii. Tapi...ribet... 

Akhirnya kami mulai berpikir untuk membeli mukena baru dengan hati suka cita dulu di awal masuk. Lalu memasuki Ramadhan ini, tidak sedikit pula yang pada akhirnya menganggarkan membeli mukena baru (lagi). Kenapa?

Awalnya aku pikir itu adalah tindakan boros, tapi ternyata dugaanku salah. Mereka sama sekali tidak ingin boros, yang mereka inginkan Dii...adalah bertemu dengan Allah dalam keadaan paling baik setiap waktu. 

Aku perhatikan mereka Dii, mereka sangat memperhatikan bagaimana merek berpenampilan saat solat. Solat kan hanya 5 waktu? Iyap benar. Lalu kenapa harus membeli baru lagi sedangkan waktu pertemuan dengan Allah hanya 5 waktu saja? 

Ini dia Dii, jawaban yang selama ini kucari.

Ternyata, mereka tidak hanya beribadah di 5 waktu, mereka melakukan solat malam dan solat duha. Dan tidak jarang, dengan mukena masih terpasang, mereka duduk khusyuk membaca Al Qur'an. Jadi, aktivitas dunia mereka dengan aktivitas akhirat mereka sebenarnya jauh leboh sering aktivitas akhirat. Maka wajar, ketika mereka jauh lebih memikirkan mukena baru ketimbang baju baru.

Dengan mukena baru tsb maka mereka dapat dengan leluasa selalu berpenampilan baik di hadapan Allah. Tidak dengan pakaian seadanya. Berpenampilan baik di hadapan manusia sering kita lakukan, masa untuk berpenampilan baik si hadapan Allah kita perhitungan. 

Ya, aku akhirnya tahu alasan mereka dan tahu apa yang harus aku lakukan ke depan. 

Lanjut kan belajar! 

Rabu, 01 Juli 2015

Kajian Menarik Bersama Ustad Anis Matta, Cara Mengatasi Masalah Kemiskinan dengan Islam

Siapa tidak tau tokoh satu ini, penulis buku 'Serial Cinta' yang sangat menginspirasi banyak pembaca, ustad muda yang penuh karya, sekaligus tokoh masyarakat yang dipercaya. Wajar saja jama'ah yang datang ke Masjid Mujahidin, atau MasMuja (panggilan akrab untuknya) :D malam itu bertambah banyak.
Ustad Anis Matta menjelaskan, pendidikan atau pelajaran bagi orang-orang yang kalah dalam pertempuran yaitu dengan menganbil sisi scientific: bahwa dalam suatu peristiwa ada penyebab-penyebab yang melatarbelakanginya. Beginilah seharusnya Indoneisa memandang sebuah masalah, termasuk masalah kemiskinan. Inilah pembuka di kajian bersama ustad Anis Matta kali ini. Kajian kali ini akan membahas bagaimana Islam memberikan solusi permasalahan negara, terutama dari sisi permasalahan ekonomi.
Umat muslim sedang dalam suatu fase yang sedang menaik. Lalu apa yang diperlukan apabila kita ingin selalu stabil naik:
yaitu tingkat keyakinan hati (emosi, kemantapan) kita mantapkan hati dan menyadari dengan seksama, apakah risalah islam bekerja dengan baik dalam menyelesaikan segala masalah, jawabannya iya.Kemantapan hati ini sudah dicontohkan oleh Rasulullah.
Rasulullah diutus menjadi Nabi hanya seorang diri. Modal berdirinya Madinah hanya 275 orang, 5 tahun kemudian pada perang handaq jumlah kaum muslimin ada 3000, 5 tahun kemudian ada 100.000 dan penduduk bumu ada 100.000.000, maka saat itu, perbandingan orang muslim dengan seluruh penduduk bumi adalah 1:1000. Betapa perkembangan itu merefleksikan kemantapan dan keteguhan hati Rasulullah dalam memegang risalah islam. Hasil perbandingan itu adalah proses panjang, namun kemantapan hati Rasulullah sangat kuat.

Agama islam itu akan sampai pada seluruh manusia selagi siang dan malam masih turun pada mereka.
Lalu apa hubungannya dengan masalah ekonomi? Masalah ekonomi harus dihadapi dengan kemantapan hati bahwa kita bisa menyelesaikannya dengan baik, melalui konsep islam.

Masalah ekonomi yang menjalar sekarang ini, bukan karena ekonomi itu sendiri namun karena demografi (tingkat kelahiran). Dimana dunia ini menuju penghentian populasi, dengan konsep yang sedang marak, dua anak sudah cukup, dampaknya jumlah orang tua mendominasi jumlah penduduk, maka kekuatan produktivitas (yang sejatinya dimiliki pemuda) dan kreativitas menjadi terhambat, karena jumlah pemuda sangat sedikit, sedangkan orang tua begitu banyak.
Maka solusinya adalah memompa pertumbuhan populasi, meski dengan usaha yang tidak hanya memerlukan waktu 10-20 tahun saja. Pertumbuhan, membutuhkan Engine: ISLAM.
Bagaimana Islam menyelesaikan masalah kemiskinan, yang samasekali berbeda dengan cara-cara manusia? Solusi ini tidak datang dari timur dan dari barat.Berikut pembahasannya
Jauh sebelum persoalan kemiskinan menjadi persoalan ekonomi, itu sudah menjadi masalah BUDAYA.
Yang harus ditransformasi adalah BUDAYA. Salah satunya adalah dalam budaya ekonomi: Islam menjelaskan status harta dengan: Janganlah kalian memberikan harta-harta kepada orang-orang bodoh yang tidak tahu bagaimana cara mengatur uang tsb.
Islam mengajarkan agar pengelolaan harta dilakukan oleh orang yang sudah mampu melakukannya.Bagaimana di Indonesia? Kapan kita pernah belajar tentang pendidikan finansial di sekolah? Apa yang disebut sebagai tulang punggung kehidupan malah tidak dipelajari. Maka karya pertama yang akan dihasilkan oleh para sarjana adalah: SURAT LAMARAN KERJA, bukan menciptakan lapangan kerja. (Sontak seluruh jama'ah tertawa dengan sindiran yang menggelitik itu)Inilah budaya yang perlu dikoreksi.


Rasulullah membayar mahar siti Khadijah dengan 100 unta yang senilai dengan harga 1 milyar.
Sesungguhnya seluruh orang Quraisy tahu, bahwa Muhammad adalah pemudanya yang paling terhormat. Nabi memiliki pengelolaan harta yang luar biasa bukan? Beliau belajar mengelola harta sejak umurnya masih belia.

Selesaikan akar budayanya dulu, begitu akar budayanya benar, maka tinggal pemberdayaan individu. Jika kita ingin menjelaskan kemiskinan di Indonesia, kemiskinan itu terjadi karena pemahaman yang salah tentang harta pada orang-orangnya. Dari sejarahnya di Indonesia, pemahaman-pemahaman yang masuk adalah pemahaman sufisme, bercampur dengan budha dan hindu, terbentuklah BUDAYA. Di sana terbentuklah persepsi seolah-olah ada split (batas) antara orang pasar dan orang masjid, ada anggapan orang pasar ya ngusrusin duit, gag tau menau soal alif ba ta, dan orang masjid bisanya berdo'a gag ngurusin masalah harta, atau orang pasar kerjanya ngasilin duit, orang masjid kerjanya ngabisin duit :D (jamaah gaduh dengan gelak tawa). Persepsi budaya seperti ini yang salah.
Konsep pemberdayaan individu dalam islam: Ketika ada seorang pemuda meminta-minta, maka yang diberikan oleh Rasulullah adalah kampak, beberapa tahun kemudian pemuda itu kembali dalam keadaan kaya raya.
Inilah alur solusi MENGATASI KEMISKINAN:
Pembudayaan --> baru Pemberdayaan indivisu --> kemudian pemberdayaan sosial --> Struktural (tugas negara).
Budaya dulu diperbaiki, kemudian pemberdayaan individu dikembangkan, setelah individu mencapai kualitas prima langkah selanjutnya adalah pemberdayaan sosial, dan sampailah pada Struktural Negara. Jadi tidak serta merta permasalahan ekonomi langsung diselesaikan di tingkat negara, namun dari akar budaya.

Pemberdayaan sosial dengan konsep Infaq. Konsep takafful (gotong royong, saling topang)dalam keluarga. Masyarakat urban seringkali berpindah dari extended family menjadi rumah kecil, dimana rumah-rumah minimalis seringkali menjadi pilihan favorit.

Konsekuensi dari konsep takafful dalam keluarga adalah rumah yang luas. Setidaknya, sebuah rumah memiliki 1 kamar suami istri 2 kamar anak (dipisah yang laki-laki dan perempuan), 1 kamar tidur untuk tamu sepasang suami istri, 1 kamar tidur tamu perempuan, 1 kamar tidur tamu laki laki (usaha memuliakan tamu), dan 1 ruang keluarga, 1 ruang tamu, 1 ruang solat, 1 perpustakaan, 1 dapur. (Terdengar gemuruh tawa di jamaah ikhwan yang sedang mendengarkan ceramah ini, batin mereka: "Gimana caranya besok gue bangun tu rumah? gede bener :D") Jamaah akhwat pun ikut tertawa, batin kita, "Alhamdulillah :D"
Membutuhkan satu tradisi: kedermawanan yang kompatibel dengan konsep takafful jama’i. Contohnya adalah ketika kita ingin membangun rumah, yang pertama harus diperhatikan adalah tetangga.

Langkah keempat adalah struktural, namun menyelesaikan masalah kemiskinan tidak langsung ditanggung negara, melainkan menggunakan konsep dasar ISLAM. InsyaAllah di era kebangkitan ini, ISLAM dapat menyelesaikan masalah-masalah kebangsaan dan kenegaraan.

"Salah satu yang membuat bahagia adalah rumah yang luas, yang di dalamnya ada banyak kamar."
@Masjid Al Mujahidin uny
_Diana Azhar Al-Rasyid_

nb: gambar diambil dari sumber: http://ayip7miftah.wordpress.com/tag/mujahidin/

Sabtu, 27 Juni 2015

Masa Lalu

Bismillah..

Akhir-akhir ini seperti nya Allah sedang ingin agar saya belajar tentang masa. Masa lalu dan masa depan.

Tentang masa lalu.

Tadi pagi, ada seorang santri yang masuk ke kamar saya dan mulai melihat lihat isi kamar. Saya tidak tahu dia ada di dalam. Begitu saya masuk, terlihat dia sedang melihat-lihat piala yang ada di atas almari. Disingkirkannya beberapa benda yang menghalanginya dari melihat-lihat.

Saat masuk saya kaget, mau dicegah pun sudah terlanjur, akhirnya saya biarkan saja. Sebenarnya saya ingin katakan padanya,

"Kau tidak perlu mengenalku dari masa laluku. Cukuplah kau mengenal aku yang sekarang."

Setiap orang punya masa lalu. Masa lalu yang baik, buruk, mungkin beberapa tidak dapat dilupakan.

Jadi teringat, beberapa hari lalu, saya melihat ada sebuah bengkel yang dipenuhi dengan piala2 kejuaraan. Tapi baik bengkel itu maupun piala-piala di dalamnya, kesemuanya telah menjadi kusam. Itu adalah peninggalan dari masa lalu. Dan sekarang, pemilik bengkel tinggallah pemilik bengkel. Aku yakin, itu adalah masa lalu yang indah. Tapi lagi-lagi itu tinggal masa lalu.

Teringat pula dengan perkataan:"Past does not define you." Bahwa masa lalu itu tidak akan menentukan seperti apa kita sekarang. Karena waktu pasti berlalu. Karena akan ada banyak hal bergeser seiring masa berlalu. Akhirnya, semua yang sudah lewat kita katakan sebagai: masa lalu.

Iya ya, kenapa Allah menghamparkan sebegitu banyak petunjuk tentang masa. Pikir saya, Allah benar-benar menginginkan saya banyak belajar tentang masa.

Masa lalu yang baik, tidak menentukan baik nya kita sekarang, mungkin ada andil, tapi bukan andil keseluruhan yang akan menentukan, mungkin hanya beberapa persenan (saja).

Saya sedih, betapa masa saya sekarang tidak sebaik masa saya yang dulu. Ada apa ya? Merasa semakin kerdil. Jauh pencapaian dibandingkan teman2 yang lain.

Rasanya down ketika teringat masa lalu.

Tapi masa depan sungguh membawa harapan.

Masa depan selalu membawa harapan, minimal, harapan bahwa masa depan saya belum ditentukan, maka usaha terbaik masih bisa dilakukan. Itu spirit besar untuk menyemangati diri.

Dengan spirit semacam itu, kantung-kantung semangat bisa terisi kembali.

Pun, dengan masa lalu Allah memberikan pelajaran tentang pentingnya memaafkan.

Pernah, beberapa kali merasa trauma dengan "ketidakterdugaan". Ketika orang-orang dekat melakukan ketertidakdugaan, rasa percaya saya kepada orang-orang terdekat saya tersebut terasa tercabik-cabik.

Ketika harus mengetahui fakta-fakta yang merobek-robek rasa percaya itu, ingin sekali menjauh sejauh jauhnya.

Lalu Allah memberi saya pelajaran, tentang masa lalu dan masa depan. Allah sedang menguji untuk memaafkan.

Biarkan apapun yang terjadi, cepat jadikan masa lalu. Meski harus menahan tangis. Setiap orang punya masa depan, yang masih putih, hargai masa depan mereka. Berhuznudzon saja bahwa Allah memberi masa dpn yg lbh baik untuk mereka.

Biarkan mereka berbuat sesuka mereka Ihti, tapi berbuatlah sopan pada mereka meski kau telah kehilangan rasa percaya. Karena setiap orang punya masa depan.

Bukankah setiap orang berhak mendapatkan perlakuan sopan kita? Setidak sopan apapun mereka.

Allah Maha Besar,
Mari bangun masa depan tanpa beban dari masa lalu. Allah yang akan memberi kekuatan.

Maafkan dirimu, maafkan pula orang lain. Berangkatlah menuju masa depan! 

Jumat, 05 Juni 2015

Pelajaran dari Organisasi Mahasiswa

Ingat sekali, dulu ketika saya masih suka bermain gundu, ya, kelereng, kala itu saya tidak pernah berpikir bahwa saya akan menjadi  mahasiswa. Saya kira dunia saya hanya akan seluas petak Sidareja, kecamatan tempat saya tinggal, nyatanya, sekarang saya berdiri di tanah Jogjakarta.

Banyak tetangga yang juga konon diceritakan ia sedang menempuh kuliah, artinya ia adalah mahasiswa. Namun semenjak ia menjadi mahasiswa, ia menjadi jarang terlihat di rumah. Ia tak pernah menampakkan wajahnya di lingkungan rumah. Karena hal tersebutlah akhirnya saya mulai berpikir tentang kehidupan mahasiswa, bahwa Mahasiswa itu ya sama saja dengan yang tidak mahasiswa, biasa saja.

Sekarang, gelar mahasiswa melekat dalam diri saya.

Lalu di tempat kuliah saya mengenal komunitas bernama Organisasi Mahasiswa (selanjutnya kita sebut sebagai ormawa). Dan hingga sekarang, saya masih belum percaya, bahwa ormawa inilah yang berperan besar dalam bertumbuh dan berkembangnya pola pikir baru saya tentang mahasiswa.

Dari komunitas inilah saya mengenal bahwa mahasiswa itu luar biasa perannya di masyarakat, bahwa mahasiswa sangat penting kedudukannya di mata pemerintah. Karena mahasiswa dipandang sebagai kaum intelektual yang "mampu bicara".

Kenapa "mampu bicara"?

:::::::::::

Kita tengok kehidupan pemerintahan negara kita. Kita lihat pula masyarakat sekitar kita. Dua kumpulan orang yang berbeda. Sangat berbeda. Orang-orang di dalam pemerintahan berhak mengatur kehidupan keseharian masyarakat di sekitar kita, termasuk kehidupan kita. Ya, karena mereka punya kuasa.

Dulu, ketika harga gas LPG naik, saya di rumah hanya bisa menanyakan kepada ibu, "Bu, gas LPG naik lagi ya bu?" Lalu ibu saya pun hanya bisa menjawab, "Iya, kita harus mengirit ya..."

Sekarang, aku melihat kehidupan yang lebih luas dari sekedar kata pasrah, "Iya LPG naik, kita harus mengirit ya" melainkan saya melihat dan menjadi saksi, bahwa mahasiswa punya posisi.

"Pak, turunkan harga LPG(!)"

Dunia saya kini berbeda, dari anak kecil tak tahu apa-apa, sekarang, kami bersama-sama bisa mengatakan, "Pak, turunkan harga LPG.(!)"

Bukan, bukan melulu lewat demo. Kami pun di ormawa belajar bahwa demo itu bukan satu-satu nya jalan dalam menegur pemerintah, dan demo adalah jalan ke sekian setelah jalan-jalan lain yang telah dilakukan. Apa jalan lainnya? Ya, "bicara" itu lah jalannya. Mahasiswa punya kemampuan lobying atau bernegosiasi. Ada banyak cara dalam bernegosiasi. Inilah poin dari maksud saya di awal, bahwa mahasiswa "mampu bicara". Organisasi mahasiswa mengajarkan banyak tentang hal tersebut kepada saya, dan teman-teman saya.

:::::::::::

Namun bukan itu yang ingin saya jadikan sebagai titik tekan perbincangan. Ini mengenai organisasi mahasiswa. Terkhusus Organisasi Mahasiswa (ormawa) di UNY tercinta.

Setelah menjadi mahasiswa, dan bergabung dengan ormawa di UNY, kini saya serasa seperti anak pitik yang bisa terbang tinggi. Dari anak cilik tak tahu apa-apa kini bisa memandang bumi dari tempat tinggi. Bukan membanggakan diri, tapi lebih tepatnya bersyukur atas apa yang sudah banyak sekali didapat dari bergabung dan belajar di organisasi mahasiswa atau ormawa.

Ya, setelah masuk dan bergabung dengan ormawa di UNY, hal paling penting yang ingin saya garis bawahi bahwa saya kini bisa melihat ke dalam miniatur pemerintahan Indonesia. Seperti melihat bagaimana Pak presiden bersama para menteri nya bekerja, melihat juga bagaimana tatanan pemerintahan di bawahnya seperti di provinsi, kota, dan daerah kecil selingkup Rukun Tetangga (RT), dalam bentuk Ketua BEM Universitas, BEM Fakultas, HIMA, UKMF, dsb. (BEM: Badan Eksekutif Mahasiswa, HIMA: Himpunan Mahasiswa -tingkat jurusan-, UKM: Unit Kegiatan Mahasiswa -lembaga minat bakat-)

Bagaikan burung, sekarang saya bisa terbang tinggi bersama rombongan. Terbang tinggi melihat permasalahan dari tempat tinggi, bukan lagi berpasrah diri.

Selain itu, organisasi mahasiswa memberikan saya banyak pelajaran lain seperti:
1) Mandiri
Semenjak bergabung dengan ormawa, saya harus bertemu dengan lebih banyak orang setiap harinya untuk menyelesaikan beberapa urusan, berbeda orang berbeda urusan. Di sana saya mulai belajar mandiri, menyelesaikan keperluan-keperluan saya sendiri, karena tidak memungkinkan untuk saya terus meminta teman saya untuk menemani saya ke sana ke mari menyelesaikan satu per satu urusan. Menjadi mandiri itu menyenangkan, dari amanah-amanah yang diberikan oleh ormawa kepada kita, akhirnya sifat mandiri itu akan menjad habit  kita di kehidupan keseharian. Meski saya seorang perantau di Yogyakarta, namun karena dilatih mandiri, saya menjadi terbiasa tidak merepotkan orang lain lagi.

2) Profesional
Berdisiplin dalam pekerjaan, tepat waktu, menyelesaikan pekerjaan sampai selesai, itu adalah beberapa sifat profesional yang berhasil ditanamkan pada kami yang bergabung dengan ormawa, karena apa yang kami kerjakan di ormawa menyangkut hak banyak mahasiswa. Ya, kerja kami tidak dibayar, kami menyelenggarakan acara berdasarkan kebutuhan mahasiswa, untuk membantu para mahasiswa memenuhi keperluannya. Maka, jika kami sebagai "pelayan mahasiswa" tidak berlaku profesional, akan ada banyak hak yang terabaikan. Apakah kami bebas dari sifat tidak profesional? Tidak, tapi kami belajar. Ormawa adalah tempat belajar yang menyenangkan untuk mengasah profesionalisme.

3) Mengelola Hati
Ya, hati adalah komponen penting dalam kehidupan kita. Jika otak bisa menentukan Ya atau Tidak, maka hati lah yang menentukan Benar atau salah. Di organisasi mahasiswa, pasti akan terjadi banyak sekali benturan antara satu orang dengan orang yang lain. Di sanalah kami belajar ikhlas. Bertemu dengan banyak orang, artinya bertemu dengan banyak kepribadian, artinya kita harus belajar untuk semakin melebarkan ruang pemahaman terhadap teman kita, atau orang-orang yang kita temui di luar sana. Jika tidak berhasil belajar ikhlas dan mencoba bertahan, maka tidak sedikit yang kemudian menyerah. Inilah pentingnya belajar mengelola hati. Bukan dengan teori, tapi kami praktik secara langsung di organisasi mahasiswa. Pertemuan-benturan-belajar mengelola hati-bertahan-belajar lagi-berbentur lagi-bertahan lagi-belajar lagi-terbiasa ikhlas dan bahagia rasanya bisa belajar mengelola hati.

4) Banyak teman, banyak link
Bagian ini, silakan buktikan saja. :) tidak perlu banyak teori di sini. Saya sudah membuktikannya dengan sangat baik.

5) Belajar Menjadi Orang Bermanfaat
Di antara sekian banyak pelajaran, pelajaran ini adalah pelajaran paling penting. Bisa mandiri, bisa profesional, bisa mengelola hati, bisa memiliki banyak teman dan link, maka kesemuanya adalah satu tujuan: agar bisa menjadi bermanfaat bagi orang lain. Inilah poin penting yang menghubungkan antara kehidupan dunia kita dengan akhirat kita. Karena saya adalah seorang muslim, maka saya percaya bahwa segala yang saya lakukan di dunia seharusnya punya poin yang bisa menghubungkan saya ke akhirat. Karena saya percaya adanya kehidupan setelah kehidupan. Menjadi orang yang bermanfaat adalah upaya menabung kantung-kantung kebaikan untuk akhirat kelak.

Banyak pelajaran di oganisasi mahasiswa, dari pelajaran sulit, menyenangkan, melelahkan, sampai yang   membawa keuntungan atau yang awalnya merugikan secara materi namun memberikan banyak pelajaran...semua itu adalah pelajaran di luar ruang kelas kotak kuliah kita.

Dan semuanya gratis, hanya saja perlu dibayar dengan satu hal: kesungguhan.

Selamat ber eksperimen. ^^


Sabtu, 02 Mei 2015

Qarun vs Sulaiman, Jangan Tiru Pengagungan Manusia seperti Dilakukan Qarun

Bismillahirrahmanirrahim...

Masih Ingat Kisah Harta Karun?

Selama ini kisah yang diketahui oleh anak-anak kecil tentang kisah harta karun adalah kisah tentang seorang bernama Qarun yang memiliki harta banyak lalu harta tersebut tenggelam ke dalam tanah. Lalu orang-orang apabila menemukan harta berupa emas, logam, atau sekedar benda unik dari dalam tanah mereka menyebutnya sebagai harta karun.

Itu lah mengapa istilah harta karun masih digunakan sampai sekarang. Tapi ada hal yang lebih penting sekedar kisah dongeng untuk anak-anak tentang Qarun yang terlupakan. Hal-hal yang terlupakan tersebut seperti halnya: Bagaimana Qarun bisa mendapatkan harta sebanyak itu? Lalu mengapa harta itu akhirnya tenggelam? Dan siapa yang menenggelamkan? 3 hal tersebut menarik untuk dimunculkan kembali sebagai bahasan.

Namun pembahasan akan lebih menarik ketika kita munculkan tokoh pembanding yang memiliki kesamaan: Sualaiman a.s. agar kita bisa memiliki pandangan yang lebih luas tentang kisah Qarun.

Masuk ke pembahasan pertama. Jadi sebenarnya Qarun itu ada atau tidak? Tokoh nyata atau fiktif? Saya tegaskan bahwa Qarun adalah manusia yang pernah menginjakkan kakinya di bumi yang sama dengan bumi yang kita injak sekarang. Kisahnya diabadikan di dalam Al-Qur’an, buku yang menjadi referensi manusia selama lebih dari 1000 tahun, dan tidak pernah mengalami perubahan sedikitpun, sehingga isi kisah di dalamnya tak mungkin kita ragukan. (Cek Q.S. Al Qasas: 76)

Bagaimana Qarun bisa mendapatkan harta sebanyak itu?

Berita yang beredar, harta yang dimiliki manusia bernama Qarun ini sebanyak satu gerobak besar yang apabila diangkat oleh beberapa orang yang orang kuat saja mereka masih kesulitan. Kita membayangkan hartanya seperti apa? Sebesar gerbong kereta mungkin, sepertinya gerobak yang dimaksud tidak spesifik membicarakan ukuran dalam meter sehingga khayal kita bisa saja berbeda, tapi yang jelas gerobak ini benar-benar berat dan besar.

Tapi, ternyata harta yang ada di dalam gerobak tersebut adalah kunci gudang! Sejauh ini kunci gudang terbesar yang pernah kita lihat itu seberapa besar? Adakah yang sebesar gerobak? Saya rasa tidak. Itu artinya, kunci gudang yang dimaksud adalah kunci yang tidak hanya 1 jumlahnya, namun berupa kunci-kunci gudang yang kecil, yang jumlahnya (pasti) banyak. Kalau harta di dalam gerobak besar itu adalah kunci-kunci gembok, dan gerobak itu sangat berat, lalu berapa jumlahnya? Tentu saja jumlah kunci tersebut menggambarkan seberapa banyak jumlah gudang yang dimiliki Qarun!

Kata ustad Natsir Harits, Lc. “Apakah gudang-gudang Qarun berisi pasir dan batu? Sehingga perlu dikunci gembok? Tentu tidak!” Ya, pastilah gudang-gudang Qarun berisi harta berharga. Itu mengapa hingga sekarang kita mengenal harta karun adalah harta terpendam dalam tanah yang jumlahnya sangat banyak.

Lalu bagaimana Qarun bisa mendapatkan harta sebanyak itu? 

Orang yang bisa memiliki harta banyak di zaman sekarang adalah orang yang memiliki kepandaian mengelola bisnis. Orang yang pandai mengelola bisnis pastilah tahu tentang teori-teori ekonomi perdagangan, karena tidak mungkin seseorang yang tak memiliki ilmu yang memadai dapat mengelola bisnis dengan baik. Begitulah gambaran seorang Qarun. Ia adalah orang yang pandai mengelola ekonomi pada zamannya.

...dan Kami telah menganugerahkan kepada nya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat...” Q.S. Al Qasas: 76

Lalu mengapa harta Qarun tenggelam?

“Sesungguhnya Qarun termasuk kaum Musa, tetapi ia berlaku zalim terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepada nya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, ‘Janganlah engkau terlalu bangga. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang membanggakan diri.’” Q.S. Al Qasas: 76

Ayat tersebut sangat manis sebagai pembuka atau awal dari jawaban mengapa harta Qarun tenggelam, tidak lain dan tidak bukan adalah karena kesombongan (bangga diri) yang dilakukan Qarun. Seperti apa bangga diri yang dilakukan Qarun?

Dia (Qarun) berkata, ‘Sesungguhnya aku diberi (harta itu), semata-mata karena ilmu yang ada padaku.’...” Q.S. Al Qasas: 78

Harta Qarun tenggelam karena kesombongan dari pemiliknya yang menganggap bahwa harta sebanyak itu berasal dari kepandaian yang dimilikinya (saja). Berasal dari kerja kerasnya (saja). Berasal dari kelebihan yang ada pada dirinya (saja). Padahal dibalik itu semua, ada Yang Maha mengatur.

Siapa Yang bisa menenggelamkan harta sebanyak itu ke dalam tanah?

“...Tidakkah dia tahu, bahwa Allah telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta?...” Q.S. Al Qasas: 78

Maka Kami benamkan dia (Qarun) bersama rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya satu golongan pun yang akan menolongnya selain Allah, dan dia tidak termasuk orang-orang yang dapat membela diri.” Q.S Al Qasas: 81

Harta yang sangat banyak yang dimiliki oleh Qarun barangkali jika akan ada yang mencuri kesemuanya ia tak akan sanggup karena beratnya, lalu siapa yang bisa menenggelamkan harta-harta tersebut jika bukan dzat Yang Maha Besar? Dzat Yang bisa melakukan apa saja yang Ia maui tanpa bantuan siapapun. Allah lah yang menenggelamkan harta Qarun. Bahkan tidak hanya Qarun, Allah pun telah membinasakan ummat-ummat sebelum Qarun yang berlomba-lomba mengumpulkan harta namun zalim terhadap orang di sekitarnya.

Dzat yang mampu menggerakkan tanah, memerintahkanya agar membelah, dan kemudian tanah-tanah tersebut menelan dengan sempurna harta yang berdiri gagah di atasnya. Siapa yang bisa memerintahkan tanah berbuat semacam itu? Hanya Allah. Allah saja yang bisa berbuat seperti itu.

Pelajaran.

Pelajaran yang bisa kita ambil dari kisa Qarun adalah tentang manusia yang mengedepankan dunia. Ia mengumpulkan harta, dan berbuat zalim di antara kaumnya. Kemudian harta yang terkumpul ia klaim sebagai hasil dari kerja payahnya selama ini, berasal dari ilmu yang ia miliki semata.

Kesombongan luar biasa yang berani dilakukan manusia. Ini pula yang dilakukan oleh orang-orang Barat, yang berkiblat pada pemikiran manusia-manusianya. Mereka menganggap kepandaian Einsten lah yang membuat teori gravitasi dapat terungkap dan berkembang menjadi ilmu sains yang diakui seluruh dunia. Mereka menganggap bahwa Socrates, Plato, adalah pencetus ilmu sosial yang mahir, hingga banyak kepentingan politik berkiblat pada teori-teori nya. Mereka memandang permasalahan sains dan politik dari sudut pandang manusia cerdas yang mereka percayai. Dari kisah Qarun bisa kita lihat betapa kisah ini mirip dengan pemikiran Barat yang berpijak pada pengagungan semangat intelektual dan rasionalisme.

Sedangkan umat islam? Berkiblat pada Al Qur’an yang isi di dalamnya adalah seluruhnya perkataan Dzat Yang paling memiliki kuasa. Hal ini dapat tergambar dalam kepribadian Sulaiman a.s.

Sulaiman a.s. 

Sulaiman a.s. adalah sama sebagai manusia, sama dengan kita, sama pula dengan Qarun, pernah pula menginjakkan kaki di bumi yang sedang kita pijak, namun istimewanya ia adalah nabi yang (pastinya) memiliki keimanan tinggi. Sistem yang dianut umat islam dengan tidak mengagungkan pemikiran manusia, namun mengagungkan kebesaran Tuhannya tergambar dari sikap Sulaiman a.s.

Sulaiman a.s. yang juga merupakan raja yang kaya raya, memiliki kerajaan yang lantainya terbuat dari kaca yang dibawahnya mengalir air, kita bisa membayangkan betapa indah kerajaan tersebut. Dan tentunya kekayaan yang dimiliki Sulaiman a.s. dapat tergambar dari kerajaan yang dimilikinya.

Sama dengan Qarun, sama-sama kaya raya. Prinsip awalnya adalah siapa yang mampu mengumpulkan harta banyak maka ia bukanlah orang yang berleha-leha tak memiliki ilmu tentang pengelolaan harta. Ya, orang yang mampu mengumpulkan harta banyak pastinya dikaruniai ilmu yang memadai/memungkinkan ia bisa mendapatkan harta banyaknya tersebut. Sulaiman a.s. adalah manusia yang pandai. Pun bisa jadi sama dengan Qarun, namun bedanya, ketika Qarun ditanya tentang hartanya kemudian menjawab dengan sombongnya bahwa harta tersebut dapat ia peroleh dari ilmu yang dimilikinya, maka Sulaiman a.s. mengatakan hal yang lain.

Sebagai seorang muslim yang taat, ia mengatakan bahwa harta yang diberikan kepadanya adalah keutamaan Tuhannya, dimana Tuhannya sedang menguji apakah dengan harta itu ia akan bersyukur atau kufur (mengingkari nikmat).
Begitulah Sulaiman a.s. bersikap.

Sulaiman a.s. menyadari betul ada yang berperan di belakang semua kesuksesan dunianya, yang membuat semua kesuksesan itu dapat terwujud, yaitu Allah S.W.T Bahkan Sulaiman menganggap bahwa harta nya yang banyak itu bukanlah sebenar-benar nikmat namun Sulaiman menganggap itu sebagai ujian, dari ujian itu ia memiliki pilihan akan bersyukur atas kehendak Allah menjadikannya sukses, atau kufur dengan menganggap bahwa kesuksesannya adalah hasil kerja kerasnya semata. Lalu Sulaiman memilih untuk bersyukur dengan harta itu, dengan menyadari sepenuhnya bahwa harta tersebut datangnya dari kehendak Allah semata.

Berbeda bukan? Antara Qarun dengan Sulaiman? Antara Barat dan Islam?

Terlihat jelas perbedaannya. Yang satu berbicara ‘keagungan’ manusia, yang satu berbicara keagungan Tuhan. Dua hal yang tidak bisa disandingkan untuk disamakan derajatnya.

Maka sebagai umat islam, kita wajib mengambil hikmah dari kisah Qarun dan Sulaiman, mengambilnya sebagai pelajaran dalam hidup kita.
-Ini tentang pola pikir kita tentang mengagungkan manusia atau Tuhan-

 
Design by Wordpress Templates | Bloggerized by Free Blogger Templates | Web Hosting Comparisons