Minggu, 22 Juli 2012

Cita-cita di Masa Tua

Aku bersyukur diberi umur yang lebih panjang dari umur daun. Daun hijau, warnanya akan menguning, ia akan jatuh saat tangkainya merelakannya. Begitulah daun akhirnya menjalani masa tuanya, terhampar di tanah dengan sebelumnya bermesraan dengan angin. Begitulah ia ditakdirkan di masa tua, tapi sebuah kehormatan baginya untuk menaati perintah Rajanya untuk membantu tanah menjadi subur dan kemudian melahirkan daun-daun baru nantinya.
Sekarang, di masa muda ini, di kala umur masih belasan banyak sekali teman yang umurnya tak jauh berbeda, di jalan, di kost, di kampus, di masjid, di toko, dimanapun, tempat-tempat itu didominasi oleh para pemuda. Jarang sekali bisa melihat kakek dan nenek tua di sana.
Tapi masih dapat tersaji di suatu tempat apabila kita beruntung dapat melihat, ada pasangan kakek dan nenek yang masih berlaku mesra. Mereka menjalani masa tua dengan kegembiraan bersyukur dapat berboncengan di atas sepeda. Kemesraan semakin terlihat ketika jalan menanjak, sang nenek harap-harap cemas di belakang dengan merangkul erat punggung sang kakek, dan terlihat di wajah kakek usaha kerasnya, seolah ingin mengatakan pada nenek bahwa ia berusaha dan terus berusaha. Keprihatinan tidak membuat mereka berputus asa.
Begitulah masa-masa tua dijalani dengan cinta. Cinta yang tidak diusung dalam hati para pemuda, namun baru bisa mengakar di masa tua.
Ketika ditanya soal cita-cita, yang banyak keluar dari mulut kita adalah keinginan di masa depan sebatas profesi. Namun, kali ini bukan profesi, bukan cita-cita bergaji, mari sama-sama membangun cita-cita sederhana di hari tua nanti.
Mau pilih yang mana? Jadi nenek-nenek (karena aku cewek, jadi pakeknya nenek aja ya) yang kerjaannya tiap hari ngisi TTS, atau nenek-nenek yang tiap hari duduk di teras liyatin orang lalu lalang, atau nenek-nenek yang tiap hari berbaring di kasur, atau nenek-nenek yang dandanannya keremajaan?
Atau jadi nenek-nenek yang super aktif, atau nenek-nenek yang cerewet komentar segala macam hal?
Jagalah masa mudamu maka Allah akan menjaga masa tuamu untukmu.
Begitulah Allah menjanjikan penjagaan eksklusif bagi orang-orang di masa tua, dengan prasyarat saat mudapun menjaga diri dengan menganggap bahwa diri kita adalah raja yang harus dilayani dengan baik (tapi beda dengan memanjakan diri). Lalu apa hubungannya dengan cita-cita di masa tua? Kita bisa bercita-cita, namun Allahlah yang memisahkan daun dengan tangkainya, Allah lah yang mempertemukan daun dengan tanah, Allah lah yang mengatur segalanya. Tak ada guna kita memiliki cita-cita setinggi awan, seidah pelangi, kalau masa muda kita tidak dijaga, yang nantinya pun akan berefek pada masa tua yang tak tertata.
OK. Cita-cita di masa tuaku nanti: menanam tanaman kacang hijau di samping rumah, membuat teh dan menikmatinya di depan rumah dengan pemandangan di depan adalah hamparan sawah dan pepohonan tinggi dan rindang, melihat halaman rumah dipenuhi anak-anak di sore hari, mendengar lantunan ayat suci di tiap waktu di rumah yang udara dan cahaya bisa masuk dengan leluasa, tersenyum dengan kerut di wajah yang membuatku jadi nenek yang cantik, mendongeng di depan banyak anak-anak dan melihat mereka tertawa terhibur olehku saat bercerita, intinya: mengelola lembaga pengembangan potensi anak-anak generasi penopang kemajuan bangsa, di tempat yang dekat dengan alam semesta :) bersama orang-orang di sampingku yang memiliki visi sama: mencari penghidupan dunia berinvestasi surga.
Apa cita-citamu di masa tua? :)

_Diana Azhar Al Rasyid_

Jumat, 20 Juli 2012

Mencoba Menjadi Meja

Bismillah

Terkadang manusia seringkali tidak puas dengan keadaan dirinya sendiri, seringkali merasa iri dengan yang dimiliki oleh orang lain. Begitupun aku. Iri? Dilihat dari sisi positifnya: Alhamdulillah, aku masih tergolong manusia (hoho). Dilihat dari sisi negatifnya: haduh banyak sekali. Tentu menjadi hal yang negatif ketika kita selalu merasa kekurangan dan rasa kekurangan itu tidaklah menimbulkan usaha yang lebih namun malah menimbulkan keluh dan kesah.

Setiap dari kita sudah mendapat 'jatah' hidup masing-masing, dan timbangan Allah adalah timbangan yang paling adil, tidak seperti timbangan yang dibuat oleh manusia, atau tokoh sekelas Harry Potter sekalipun.

(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah kemenangan yang besar.
Kali ini, karena sedang merasa bosan menjadi seorang Diana Azhar, jadilah aku berfikir ingin menjadi sebuah meja (beginilah manusia mengalihkan hidupnya, mencari makna dari setiap peristiwa, dan setiap benda, mungkin malaikatpun tidak pernah merasakan betapa nikmat perenunganseperti ini, karena mereka terlalu sempurna).

Memiliki empat kaki tak lantas ia bisa berdiri tegak menopang mangkuk di atasnya. Terkadang ada yang tidak seimbang antara kanan dan kiri, antara depan dan belakang. Ketimpangan itu tak lantas dihujat oleh pemakainya, namun segera dicarikan pengganjal sebagai solusinya.

Meja oh meja. Ingin rasanya aku bisa sepertimu, memberikan kemanfaatan tiada henti, ketika kau ada kekurangan, segera ada yang menimpali dan membantu mencarikan solusi.

Meja, bermacam rupa, meragam warna dan jenisnya, tapi fungsinya tetap sama: menopang. Bahkan hanya itu yang kau tau, menopang dan menopang, terus memberi kemanfaatan.

Meja, tak harus kau memiliki empat kaki, terkadang bentukmu tak seperti rupa biasanya, aneh, artistik, daaaan yaaa emmm, nyentrik, tapi keanehan itu tak lantas membuat fungsimu berubah, terkadang kau hanya berkaki satu, itu aneh, tapi kau tetap meja, yang terus memberi kemanfaatan.

Kursi adalah pasanganmu, orang jadi lebih nyaman bersamamu ketika kau bersama si kursi. Orang senang menghampiri kalian. Betapa senangnya menjadi kalian, selalu ada saja yang datang membutuhkan bantuan kalian, kalianpun selalu menawarkan pelayanan terbaik hingga orang merasa nyaman.

hmmm, kalian beruntung ya.

Sebentar, kalian begitu banyak memberi kemanfaatan, dan aku iri pada kalian? Siapa aku ini? Manusia! Hei! Apa aku lupa, bahwa yang membuat kalian menjadi sedemikian bermanfaat adalah manusia?! Aku sebagai manusia telah iri pada kalian?! Betapa tidak bersyukur.

Sungguh hidup ini sangat sempit dan penuh dengan keluh, ketika dunia menjauh, tapi sepertinya kita lupa, dunia boleh menjauh, serasa hilang dan sia-sia semua peluh, seolah tak ada yang peduli dengan kita, kita lupa bahwa dunia masih punya banyak sisa. Kita mungkin kehilangan sesuatu, teman, kepercayaan, semangat, namun apapun itu, sisanya masih terlalu banyak, keluarga kita sehat, itu sebuah kabar gembira! pakaian kita masih bersih dan bagus, itu nikmat luar biasa! Di depan kita masih makanan masih tersedia, tak ada ruang untuk kita tak bersyukur.

Aku tak ingin lagi menjadi meja, ataupun kursi, aku kehilangan temanku.... tapi mungkin aku masih bisa membujuknya untuk menjadi temanku lagi, menjadi meja mungkin tak bisa memilih kursi sebagai temannya, terkadang ia diletakkan sendiri, ia tak bisa mencari, dan aku? masih bisa mencari banyak teman baru, ah! aku akan memubujuk temanku untuk bersahabat kembali denganku.

Aku tak ingin lagi menjadi meja, ataupun kursi, aku kehilangan semangatku... tapi mungkin ada yang salah dengan pola hidupku, kalau aku jadi meja, aku harus menunggu lama untuk bisa tegak berdiri hingga ada yang benar-benar peduli memberiku solusi, tapi aku manusia, aku harus bisa mendatangkan solusi untuk diriku sendiri, semangatku hilang, mungkin karena aku jauh dari Tuhan! Padahal hidupku adalah permainan semata, karna kehidupan yang sebenarnya
bukan di dunia, lalu pantaskah dunia menjadi sebab hilangnya semangatku? Ah! Tuhan, izinkan aku mendekat lagi pada Mu.

Aku tak ingin lagi menjadi meja dan kursi, aku kehilangan kepercayaan...tapi mungkin aku masih bisa memperbaikinya! Allah Maha membolak-balikkan hati manusia, lalu siapa yang bisa menjamin usahaku memperbaiki kepercayaan orang padaku akan sia-sia? Ah! pesimisme, buang saja. Aku bukan meja, aku bisa menegakkan sendiri punggungku dan melecut kembali ikhlasku, dan akan aku dapatkan kembali kepercayaan semua orang kepadaku.

Karna aku ditakdirkan sebagai manusia!
pilihanku kini adalah hidup mulia! bukan hidup bagai meja! Terimakasih banyak meja :)

Rabu, 11 Juli 2012

La Tahzan "Yang Lalu Biar Berlalu"


Mengingat dan mengenang masa lalu, kemudian bersedih atas nestapa dan kegagalan di dalamnya merupakan tindakan bodoh dan gila. Itu sama arinya dengan membunuh semangat, memupuskan tekad dan mengubur masa depan yang belum terjadi.
Bagi orang yang berpikir, berkas-berkas masa lalu akan dilipat dan tak pernah dikihat kembali. Cukup ditutup rapat-rapat, lalu disimpan dalam ‘ruang’ penglupaan, diikat dengan tali yang kuat dalam ‘penjara’ pengacuhan selamanya. Atau diletakkan di dalam ruang gelap yang tak tertembus cahaya. Yang demikian, karena masa lalu telah berlalu dan habis. Kesedihan tak akan mampu mengembalikannya lagi, keresahan tak akan sanggup memperbaikinya kembali, kegundahan tidak akan mampu merubahnya menjadi terang, dan kegalauan tidak akan dapat menghidupkannya kembali, karena ia memang sudah tidak ada.
Jangan pernah hidup dalam mimpi buruk masa lalu, atau di bawah payung gelap masa silam. Selamatkan diri Anda dari bayangan masa lalu! Apakah Anda ingin mengembalikan air sungai ke hulu, matahari ke tempatnya terbit, seorok bayi ke perut ibunya, air susu ke payudara sang ibu, dan air mata k eke dalam kelopak mata? Ingatlah, keterikatan Anda dengan masa lalu, keresahan Anda atas apa yang telah terjadi padanya, keterbakaran emosi jiwa Anda oleh api panasnya, dan kedekatan jiwa Anda pada pintunya, adalah kondisi yang sanagt naïf, ironis, memprihatinkan, dan sekaligus menakutkan.
Membaca kembali lembaran-lembaran masa lalu hanya akan memupuskan masa depan, mengendurkan semangat, dan menyia-nyiakan waktu yang sangat berharga. Dalam Al-Qur’an, setiap kali usai menerangkan kondisi suatu kaumdan apa saja yang telah mereka lakukan, Allah selalu mengatakan, “Itu adalah umat yang dulu.” Begitulah, ketika suatu perkara habis, maka selesai pula urusannya. Dan tak ada gunanya mengurai kembali bangkai zaman dan memutar kembali roda sejarah.
Orang yang berusaha kembali ke masa lalu, adalah tak ubahnya orang yang menumbuk tepung, atau orang yang mengergaji serbuk kayu.
Syahdan, nenek moyang kita dahulu selalu ,mengingatkan orang yang meratapi masa lalunya demikian: “Dan konon, kata orang yang mngerti bahasa binatang, sekawanan binatang sering bertanya kepada seekor keledai begini,”Mengapa enkau tidak menarik gerobak?”
“Aku benci khayalan,” jawab keledai.
Adalah bencana besar manakala kita rela mengabaikan masa depan dan justru hanya disibukkan oleh masa lalu. Itu, sama halnya dengan kita mengabaikan istana-istana yang indah dengan sibuk meratapi puing-puing yang telah lapuk. Padahal,betapapun seluruh masnusia dan jin bersatu untuk mengembalikan semua hal yang telah berlalu, niscaya mereka tidak akan pernah mampu. Sebab, yang demikian itu sudah mustahil pada asalnya.
Orang yang berpikiran jernih tidak akan pernah melihat dan sedikitpun menoleh ke belakang. Pasalnya, angin akan selalu berhembus ke depan, air akan mengalir ke depan, setiap kafilah akan berjalan ke depan, dan segala sesuatu bergerak maju ke depan. Maka itu, janganlah pernah melawan sunah kehidupan!
Dikutip dari buku La Tahzan, Jangan bersedih, oleh dr. Aidh Al-Qrni

 
Design by Wordpress Templates | Bloggerized by Free Blogger Templates | Web Hosting Comparisons