Sabtu, 19 Oktober 2013

Dibalik Jawaban "Ya" dan "Tidak" Seorang Perempuan

Entah, wanita seringkali mempermainkan perasaannya sendiri. :)

Sayapun lelah memastikan ujung kebingungan ini, kebingungan kenapa wanita itu penuh misteri. Ya. Jelas saya mengalami kebingungan, karena saya sendiri wanita. Bayangkan harus 'meneliti' atau mencari tahu permasalahan yang objeknya ada di dalam diri sendiri. Wanita :D bahasan panjang yang tak akan selesai. Semua orang ingin yang pasti-pasti saja. Tapi, wanita? :D Sepertinya sulit mewujudkannya.

Ini dia misteri di balik jawaban "Ya" dan "Tidak" dari seorang wanita.

Sempat ada beberapa cerita dari teman-teman perempuan saya, atau beberapa cerita yang saya alami sendiri.

Dalam berinteraksi dengan orang lain, entah itu sesama wanita, atau antara wanita dengan laki-laki, wanita selalu punya rasa "tidak enak" kepada orang lain. Gamang. Plin-plan. Atau apa lagi? Maju mundur? Tidak jelas? Penuh misteri. Ya. Tapi tidak selalu begitu kog :) Tapi hal ini pasti pernah dialami oleh setiap wanita atau mungkin dialami oleh laki-laki yang pernah berinteraksi dengan wanita (eh sebentar, adakah laki-laki yang tidak berinteraksi dengan wanita? pasti itu hanya lelaki aneh saja :o ). Berarti semua orang pernah merasakan hal ini. :)

Simak cerita ini dulu sepertinya lebih asyik. :) Ini cerita dari saya.

Sore itu saya dan satu teman perempuan saya, setelah selesai kegiatan di kampus, dan hendak pulang saya mencari-cari kunci sepeda saya. Biasanya saya simpan di saku baju, atau tas bagian depan. Tapi sampai seluruh isi tas dikeluarkan pun, kami tidak bisa menemukannya. :) 
Datanglah seorang laki-laki. Ceritanya laki-laki ini sedang menawarkan bantuan, karena mungkin kami terlihat gelisah. Dia bertanya, "Ada apa?" Teman saya menjawab singkat, "Kunci sepeda Ihti hilang." Lalu ia menawarkan bantuan untuk mencari, tapi saya sergah, "Emmm tidak usah, biar kami saja." 
"Oh ya sudah," begitu jawab teman laki-laki kami satu ini. Ia langsung membelokkan stang motornya, dan pergi. Setelah ia pergi membelakangi kami, yang kami lakukan adalah bertatapan dan menghentikan aktivitas. Tatapan kami sama-sama tatapan heran. "Sudah? Begitu saja?" akhirnya pertanyaan itu yang muncul. Kami hanya tertawa, antara menertawakan diri kami sendiri, dan menertawakan ketidakpekaan teman laki-laki kami satu ini :D
:D Kami memang menjawab 'tidak usah', ya, jelas sekali memang: 'tidak usah'. Itu artinya kami tidak perlu bantuan. Tapi dibalik kata tidak usah itu, kami mengharapkan lebih, sebenarnya mau-mau saja dibantu mencari. Tapi apa mau dikata, tidak enak hati. *Nah ini tidak enak hati.
Selain tidak enak hati, kalau harus mengatakan,"Iya boleh" itu 'gengsi' tersendiri :D Seolah-olah kami meminta-minta bantuan. Sebenarnya kami menyesali ulah kami, karena tak ada lagi yang merelakan dirinya membantu mencari, kami harus memanggil tukan kunci untuk membuat duplikat kunci. Gkgkgkgk. Konyol.

Ya, ya, nanti kalau perlu ada yang diluruskan kita bahas di tulisan belakang. :)

Lanjut ke cerita selanjutnya. Masih dengan kunci. Karena sepertinya saya teledor. Ups.

Malam itu, saya baru selesai rapat. Tempat rapat di gedung lantai dua. Posisi saya sudah berada di parkiran. Tapi saya lupa dimana menaruh kunci motor. Saya cari di tempat biasa saya manruhnya juga tak ada. Akhirnya saya telfon teman laki-laki yang belum pulang dan masih berada di lantai dua.
Singkatnya, kunci itu ketemu ada di lantai dua. Saya bilang, "Ya saya ke lantai dua sekarang, mau saya ambil." Saat saya mengatakan itu, teman perempuan yang ada di samping saya tiba-tiba ribut, padahal telepon belum ditutup, "Kamu gimana sih?! Suruh tu cowok ke sini aja, jangan kamu yang ke atas!!! Gimana sih?!" Saya tak menggubrisnya, hanya menjawab, "Ya," kepada orang di seberang telepon. Teman saya kembali ribut, "Kog dijawab iya sih, suruh dia turun aja!" 
Setelah saya tutup telfonnya, saya jelaskan kepada teman saya, "Aku emang bilang mau ke atas, tapi aku cuma nge-tes. Dan alhamdulillah dia lolos tes :D, karena begitu aku bilang aku akan naik ke atas, dia langsung bilang, 'aku aja yang ke bawah', tak anterin. Makanya kamu jangan ribut dulu, dengerin aku dulu :D." :)

Ya begitulah, dari dua cerita yang sudah saya ceritakan, semua jawaban yang saya berikan, baik itu jawaban "Tidak (tidak usah)" atau "Ya (ya aku naik ke atas)" itu ternyata jawaban yang bukan jawaban sebenarnya. :D *lho

Entah kenapa, tapi ya seperti itu lah. :D Jadi terkadang, di dalam jawaban "Tidak" itu terdapat harap-harap iya. dan di dalam jawaban "Iya" itu ada harap-harap tidak. :D

Beda lagi dengan cerita teman saya yang lain. Di cerita selanjutnya. :)


Beda orang, beda cara berbicara.

Ini adalah salah satu cara menghormati orang yang sedang kita ajak bicara (tidak hanya bicara, tapi juga sms, dan model direct message lain). 

Ceritanya begini, ini masuk dalam salah satu ilmu komunikasi. Ketika kita berbicara dengan simbah, sudah sewajarnya dan sepantasnya bahasa yang digunakan tidak menggunakan "aku" "kamu", begitupun ketika berbicara dengan orang tua kita, guru, dan yang lain yang lebih dituakan. 

Sebenarnya itu bukan aturan baku. Hanya aturan tak tertulis, penjagaan moral di kalangan masyarakat saja.  Tapi karena sudah membudaya, efeknya begitu terasa ketika kita melanggarnya.

***
Contoh ketika kita berbicara dengan nenek, "Nek, kamu punya sendok di dapur? Aku mau makan siomay nek." Alangkah lebih indah di dengar ketika yang dikatakan adalah, "Nek, nenek punya sendok di dapur? Nana mau makan siomay nek." 

Beda dengan nenek, beda pula dengan teman kita.

Bahasa yang digunakan adalah bahasa persahabatan. Kuncinya, bisa menempatkan diri dengan baik ketika berbicara. Dan memang harus 'legowo' ketika berbicara dengan yang lebih tua, tentang segala sesuatu yang dibicarakan, dan tetap menghormati. Karena biasanya yang lebih tua akan 'merasa' lebih berpengalaman.

Eits, yang muda jangan senang dulu. Yang tua juga jangan marah. Memang kodratnya seperti itu sepertinya  Masing-masing kita pun merasakan menjadi 'yang muda' dan menjadi 'yang tua'.

Menjadi yang muda ketika harus berbicara dengan orang tua kita, dosen, guru, budhe, paklik, dan yang lainnya, bagaimanapun kita harus menghormati mereka, minimal dengan senyum tulus. 

Dan menjadi yang tua ketika harus berbicara dengan adik, adik angkatan, murid, dan yang lainnya, kita pun harus mawas diri bahwa tak selamanya kita itu benar  kita pun harus banyak belajar dari yang muda 

Bisa menempatkan diri (sebagai yang tua), dan bisa ditempatkan (sebagai yang muda) itu keren 

masih tentang #muslimKeren 

Rabu, 09 Oktober 2013

Jadilah Dirimu Sendiri (Belajar dari Film Epic)

Alhamdulillah, dalam beberapa waktu yang lalu,  masih diperkenankan untuk menyempatkan diri menonton film oleh Yang empunya waktu :) Kali ini filmnya berjudul EPIC.

Sebuah film dari negeri jauh, yang mengisahkan tentang kehidupan sebuah kumpulan aneh menurut saya, sekumpulan manusia daun.Ya, film ini memang diambil dari buku anak “The Leaf Men and the Brave Good Bugs”.

Lalu apa hubungannya antara film ini dengan kepercayaan terhadap diri sendiri? Sehingga kita harus dengan bangga menggaungkan nama kita sendiri, “I am Ihti”, ya saya Ihti, dan saya bangga menjadi Ihti. Bukan bangga karena Ihti yang memiliki banyak kekurangan, namun dengan sepenuh kerendahan hati, saya mengucapkan, saya bangga menjadi Ihti yang telah diciptakan ‘sempurna’ sebagai manusia. Dan bagi saya ini adalah bentuk rasa syukur yang tiada terkira, yang menolak seluruh caci hina yang dilontarkan manusia lain terhadap saya.

Sudah barang tentu bahwa masing-masing kita memiliki kekurangan dan kekurangan itu seringkali menjadikan alasan kita untuk ‘tidak percaya diri’. Namun rasa syukur dengan segala nikmat Tuhan yang lengkap, yang diberikan kepada saya benar-benar dapat meruntuhkan dinding kehinaan tersebut. Merasa tidak percaya diri karena kekurangan yang sifatnya fitrah (atau sudah dari sananya) adalah kehinaan. Itu adalah pertanda rasa tidak bersyukur.

Mungkin boleh saja merasa tidak percaya diri, ketika hafalan surat kita tidak sebanyak hafalan surat teman kita. Karena kekurangan itu adalah kekurangan yangsifatnya masih dapat diusahakan perubahannya. Sedangkan tidak percaya diri karena sesuatu yang fitrah seperti merasa tidak sempurna seperti yang lain, misal berkulit sawo yang terlalu matang (lho?:D)  itu adalah hal yang konyol dan menghinakan diri sendiri.

That’s you!

It’s me! Sekali lagi saya bangga mengatakan, “Saya Ihti”

Hubungan antara kepercayan diri dan film EPIC ini dapat kita perhatikan dengan sederhana, bahwa pengganti dari ratu daun yang cantik itu adalah seorang anak kecil yang sangat polos, yang belum mengetahui banyak hal, yang ia merasa dirinya sangat jauh berbeda dengan si ratu, namun ia memiliki keinginan besar untuk bisa menjadi seorang ratu suatu saat nanti.

Dan pada akhirnya Sang Ratu memilih ia, memberinya kuncup bunga ajaib, dan menjadikannya seorang Ratu daun. Bagaimana bisa? Dia seorang gadis yang konyol, ceroboh, dan siapa sangka skenarionya menunjuk dia sebagai ratu.

Begitulah, masa depan kita barangkali tidak ada sangkut pautnya dengan kita yang sekarang. Bisa jadi kita yang sekarang memiliki banyak kekurangan, namun siapa yang tahu skenario hidup kita? Hanya Tuhan. Dan kewajiban kita adalah berusaha.

Si gadis konyol itu tak memandang dirinya hina sama sekali, yang bahkan ibunya sendiri merasa malu dengan kelakuannya, namun ibunya terus membimbingnya. Lalu jadilah ia ratu, yang dipilih karena kebaikan hatinya. 

Ya, kebaikan hati adalah suatu hal yang dapat diusahan perubahannya, perubahan menuju yang lebih baik.
Jadi, menjadi diri sendiri kini bukan lagi pilihan, namun keharusan. Karena itu merupakan rasa syukur kita kepada Tuhan, dengan mensyukuri segala yang ada dalam diri kita. Namun sekali lagi, menjadi diri sendiri bukan berarti membiarkan diri sendiri terus bertahan dalam kejelekan, karena menganggap diri kita yang ‘jelek’ adalah sebenar-benarnya diri kita. Tidak boleh! Karena diri kita terlalu berharga untuk diacuhkan.

Hidayah itu milik Tuhan, tapi hidayah adalah hak bagi setiap insan. Tak terkecuali seorang preman. :D

Dulunya preman besoknya ustad, bisa jadi. Kuncinya, terus perbaiki diri.

 
Design by Wordpress Templates | Bloggerized by Free Blogger Templates | Web Hosting Comparisons