Minggu, 27 April 2014

Ah Cemburunya Aku

Ia begitu lembut pada orang lain, tak padaku (terkadang).

"Dhik, solat asar."

Kata-katanya keluar dengan sangat lembut. Masih dengan nada medhoknya. Ia membangunkan salah satu adik yang bertamu ke rumah.

Aku tahu adik satu ini pasti kelelahan, setelah dalam dua hari mondar-mandir mengurus acara di Cangkringan, hingga ia tertidur pulas di kamar tengah. Sudah hampir jam 5 ia belum bangun dan belum solat asar.

"Dhik, udah solah asar belum?" Suara itu tak berubah, malah sebaliknya, melembut.

Kemudian tak lama adik satu ini bangun. Lalu bergegas mengambil air wudlu.

Aku cemburu, ketika kau membangunkanku, nadamu tak seperti itu...
Aku cemburu, ketika aku tak bersegera bangun, nadamu mengeras...

:) Tapi tak apa :D

Aku paham, bahwa yang kau bangunkan tadi adalah tamu di rumah kita. Tak pantas ia mendapati nada keras di rumah kita.

Aku paham kenapa kau bernada agak keras ketika membangunkanku. "Dhek Ihtiiii, ayok bangun(!)" Kalau belum juga bangun, "Ihtiiiii (!!!!!)" Kau mungkin terlalu lelah membangunkanku... #tertawaAgakJahat

Terimakasih telah membangunkanku dengan nada khasmu mbak :)
Terimakasih tak bosan menyenggolku ketika alma'surat pagi, bermaksud membangunkanku ketika aku tertidur,
Terimakasih, bahkan kau sampai memegangi tanganku, mengayunkannya, jika aku masih juga tertidur ketika Al Ma'surat pagi (masih) dibacakan,
Terimakasih, kau tak bosan mendengar keluhan ku tentang hari ini hari itu, hal ini hal itu,
Terimakasih, kau sabar mendengarkan pesanku tiap malam aku hendak pergi, "Mbak titip tanaman, titip xantos, disiramin besok pagi, titip kuri-kuri dijemur pagi-pagi 1 jam." sambil mengeluyur pergi, karna hanya kau yang mengerti. Biasanya kau akan menjawab, "Iiiiyaaa." yang aku dengar samar-samar dari balik jendela sambil ku berlari pergi, dan akan disusul, "Hati-hati..."
Terimakasih, mengajakku pergi melewati jalan-jalan romantis dan bersabar dengan muka masamku, dan pandangan kosongku,
Terimakasih, memarahiku ketika aku salah,

lakukan saja, tetap lakukan semuanya,
tetap bangunkan aku,
tetap pegangi tanganku,
tetap ajak aku ke kajian-kajian,
tetap bercerita padaku tentang harimu,
tetap utarakan marahmu,
Jazakillah...

Biarkan aku cemburu padamu, ketika orang-orang datang mendekat padamu, dan berbincang di kamarmu, dan kau menanggapi mereka dengan nada lembut lagi antusias. Biarkan cemburu ini terus ada, itu artinya aku tak ingin kehilanganmu.

Kau sudah janji, kau akan mengajakku ke suatu tempat. Aku masih teringat janji itu. :))

Selasa, 22 April 2014

Ketika...

Ketika kemiskinan tidak membuatmu malu
ketika kekayaan tidak membuatmu bangga

ketika olokan tak membuatmu terhina
ketika pujian tak membuatmu terlena

ketika kau berbiasa saja menerima dunia
dan ketika kau berbiasa saja ditolak oleh dunia

ketika itu Allah dan Rasul Nya cinta

ketika Ia telah cinta, maka
tiada janji yang tak nyata oleh Nya.

Kamis, 17 April 2014

Romantisme Pemilu 2014 :)

Alhamdulillahirabbil'alamin...  saya awali tulisan ini dengan penuh rasa syukur. Ada sesuatu yang menjadi spirit saya menulis hari ini. Lagi-lagi tentang romansa.

Banyak cerita-cerita roman yang tertulis dengan bahasa tulisan yang hangat untuk dibaca. Karena saya yakin tak ada satu pun orang yang tidak tersentuh dengan roman. Dari dulu hingga sekarang, sudah tak dapat dihitung berapa roman yang tertulis. Tapi herannya, ia juga tak kunjung habis. Selalu saja ada romansa yang terbalut dalam kata.

Pemilu 2014. Siapa menyangka singkatan dari Pemilihan Umum ini mengandung kehangatan yang luar biasa dibalik seram perhelatan dibaliknya.

Saya ingin bercerita tentang pengalaman pribadi selama 'menjaga' TPS tempat dilaksanakannya pemilu. Ah ada terlalu banyak cerita yang ingin saya ceritakan walau saya hanya mengalaminya satu hari saja. Ternyata 12 jam dalam 1 hari itu membawa banyak cerita.

Saya menjadi saksi dari parpol, duduk berjajar dengan saksi-saksi dari partai  lain. Dengan suasana yang tak hangat melainkan panas :D dan kami pun terbawa suasana politik yang (sepertinya) panas itu. Saya sibuk dengan data yang saya bawa, mengoreksinya dan bekerja sesuai apa yang jadi tugas saya. Penat. Ingin rasanya dapat udara segar.

dan kemudian...

Saat yang mengharukan itu tiba.

Badannya kekar, perawakannya agak pendek, warna rambutnya pirang, ber-anting, dan merokok. Celana Jeans yang ia kenakan adalah celana jeans sobek. Ia berada di antara banyaknya pemilih yang sedang mengantri. Ia menyalami petugas KPPS. Jujur (dan astaghfirullah saya menyesal) saya bahkan tak memandang beliau, tak acuh dengan kedatangan beliau, jujur saya illfeel dengan penampilan semacam itu, apalagi saya alergi asap rokok.

Saya tidak menyangka cerita saya akan dimulai dari ceritanya, dengan orang itu sebagai lakon. Ah nuansa itu, saya seperti sedang menonton film romansa kelas atas yang tak hanya menceritakan tentang cinta, namun dengan pintarnya cerita itu bercerita tentang arti besar pengabdian.

Lelaki pendek lagi kekar itu segera beranjak dari tempatnya berdiri begitu sebuah nama disebut oleh petugas KPPS dengan keras. Sepertinya itu nama perempuan,  kenapa ia yang beranjak tergesa? begitu pikir saya. Ternyata, masyaAllah saya segera mengutuki diri saya sendiri...

Ia menggendong seorang perempuan bertubuh agak gendut berbaju merah yang sedang duduk bersama pengantri lain. Setelah namanya dipanggil terlihat wajah perempuan itu berbinar. Disambut dengan gagahnya sang bapak itu menggendongnya di belakang punggung.

Lelaki itu membungkuk karena beratnya beban dipunggungnya, tapi wajahnya tak ada sedih atau kerut sedikitpun, bahkan gembira. Ia menggendongnya sampai ke belakang bilik suara, kemudian mengambilkan kursi untuk si ibuk duduk. Usia meraka tak jauh berbeda, sepertinya mereka sepasang suami istri :) yang saling berkasih sayang satu sama lain. Kau akan melihat sebuah pemandangan berbeda dari mata keduanya. Ketulusan.

Istri yang cacat, dan suami yang seperti preman, tak kusangka ceritaku tertambat kuat pada lakon seperti keduanya. Lakon yang tak pernah terpikirkan untuk menjadi pewarna dalam cerita-ceritaku, dan sekarang merekalah lakon utamanya.

Aku hanya menghela nafas dan tersenyum berbinar melihat kejadian mengharukan itu... Ah apa ini namanya. Seolah di seisi ruangan TPS itu gugur bunga-bunga bermahkota ringan, dan mahkotanya berjatuhan dari atas dengan pelan kemudian memenuhi lantai. Kemudian muncul para pianis dan violinist (pemain biola) dari bawah lantai yang bergerak ke atas, memainkan musik melow. TPS itu berubah menjadi panggung pertunjukan yang mempesona.

Ketika kami banyak mendengar cerita tentang bakti seorang istri kepada suami, kali ini aku menyaksikan, dengan tanpa gengsi dan tak peduli omongan sana-sini, kali ini aku menyaksikan bakti seorang suami kepada istrinya, tulus dan benar-benar tulus, tak peduli seperti apa penampilan mereka, saya pun terpesona :) Kunamai ia roman tanpa sandiwara.

Lalu saya harus bicara apa? Di saat-saat pemilu seperti ini, kini tak perlu lagi saya mencari udara segar... sepertinya ini sudah jauh lebih segar, segar udara, dan segar fikiran... ini baru satu dari sekian romansa Pemilu 2014. ^_^

Tak Kalah Mengharukannya.

Seorang perempuan tua berkerudung, sederhana. menuntun perempuan lain yang lebih tua, sepertinya adalah ibunya. Mereka berdua berjalan beriringan dari kursi tunggu hingga ke belakang bilik suara. Sabar ia menuntun, dan sangat berhati-hati. Setelah selesai mencoblos, keduanya menuju ke petugas KPPS yang bertugas menjaga tinta. Baiklah... Pemandangan indah itu menyentuh hati sampai ke relung yang dalam...

Ketika sebelumnya, kisah bakti suami dan istri. Kini kisah bakti dari seorang anak kepada ibunya, romansa seorang anak yang tak lagi patut dipanggil anak karena usianya sudah tua, yang merawat ibunya yang lebih tua. Mengantarkannya ke TPS, dimana ketika orang lain memilih untuk golput, ia dan ibunya berusaha keras datang ke TPS untuk memberikan dua suaranya.

Barangkali suara keduanya yang memberikan kontribusi besar untuk negeri ini dengan memilih calon legeslatif yang layak mewakili rakyat...

Pemilu 2014 dipenuhi dengan hajat politik dari berbagai pihak, ada banyak sekali yang dapat diperbincangkan mengenai politik yang 'kotor'. Tapi memang tidak bisa dipungkiri, ketika membersihkan selokan kita tidak bisa hanya melihat dari atas selokan tanpa ada usaha menyentuh selokan sedikitpun. Bagi saya, ketika ingin membenahi politik yang katanya kotor itu, perlu adanya orang-orang yang peduli seperti kita yang berkontribusi untuk perpolitikan di Indonesia, agar Indonesia tak dijejali oleh orang-orang yang tak semestinya. Maka kita lah yang punya kesadaran untuk 'membersihkan selokan' itu yang seharusnya memantaskan diri menjadi orang yang semestinya itu. Salah satunya dengan mencoblos caleg yang kita percayai.

Pemilu 2014, menjadi hajat semua orang yang berumur di atas 17 tahun di Indonesia. Dan ternyata ada banyak cinta di TPS 8. Ini cerita TPS 8 bagaimana cerita TPS mu? :)

Minggu, 06 April 2014

Jika Hati Secetek Facebook dan Twitter

Fenomena.

Tidak dipungkiri lagi bahwa perkembangan pesat dunia modern sekarang ini pendukung terbesarnya adalah: CEPATNYA persebaran informasi.

Jika dahulu para sahabat Rasulullah, ketika ingin mempelajari 1 hadits harus datang ke sumbernya yang berjarak puluhan kilometer, maka mereka akan rela melakukannya. Padahal jarak puluhan kilo itu akan memakan waktu yang sangat lama.

Sedangkan sekarang, persebaran informasi sangat cepat, dalam hitungan detik, perbaharuan data di database google akan bergulir cepat. Salah satu sarana persebaran informasi yang sangat cepat tersebut adalah media, dan salah dua media yang marak diperbincangkan sekarang ini adalah Facebook dan Twitter.

Jika hati secetek Facebook dan Twitter apa jadinya?

Facebook dan Twitter berisi banyak sekali informasi personal pemilik akun. Bahkan bisa hingga sangat mendetail kepada: perasaan hati.

Dunia mulai gila sepertinya. Ketika kita bisa membaca status dan twit orang tentang keadaannya sekarang ini. Ia yang galau (yang paling sering tertulis dalam status dan twit), ia yang bahagia, ia yang sedih, ia yang, ia yang, dan ia yang lain. Kita bisa membaca suasana hati orang hanya dengan membaca statusnya. Sayang sekali. Sangat disayangkan. Sayang jika ada orang-orang yang mempergunakan Facebook dan Twitter untuk hal-hal semacam itu: untuk mencurahkan isi hati. Hingga dalamnya hati dapat diukur dengan parameter baru: Facebook dan Twitter.

Mengumbar isi hati di media sosial, dimana umbaran tersebut dapat dilihat orang lain hanya akan memperparah satu penyakit: ujub (membanggakan diri sendiri). Sehingga apa yang diumbar mendapat perhatian dari banyak orang.

Sedangkan selama ini kita diajarkan untuk berbuat ikhlas, dimana ikhlas sebagai salah satu rukun ba'iat yang ke dua, artinya ikhlas memiliki kedudukan: segala sesuatu yang kita lakukan terhindar dari mencari-cari perhatian manusia.

Kurangi.. kurangi.. kurangi.. kurangi mengumbar isi hati. Masih beruntung jika hati yang terkotori adalah hati kita sendiri, bagaimana jika kita urun andil mengotori hati orang lain yang membaca status dan twit kita karena timbul prasangka.

Saya senang melihat status-status dari teman-teman saya di  beranda yang berisi hikmah, pengetahuan, dan hal-hal yang jauh dari perasaan-perasaan semata.

Banyak ilmu dan pengetahuan yang saya dapat dari membaca status-status nasihat.

Banyak pengalaman juga ketika membaca status-status yang berisi pengalaman berhikmah.

Ternyata ada banyak pilihan untuk kita berbuat lebih baik dengan status dan twit kita. Semakin minim dari keluhan, atau sumpah serapah, atau sindiran, atau ungkapan-ungkapan kebencian dan hal-hal buruk lainnya, maka malaikat akan lebih mudah mencatat rekap amal kita (walau tujuannya bukan karena itu :D) Tujuannya tetap agar kita dihindarkan dari hal-hal yang tidak Allah ridhai.

Kita tidak tahu status dan twit mana yang akan mendatangkan ridho Allah... atau bahkan mendatangkan murka Allah, jadi diminimalisir saja, untuk hal-hal yang kurang baik, seperti mengeluh dan mengumbar perasaan. Mari alihkan ke yang lebih bermanfaat :)

Wallahualam bissowab.

Nasihati diri ini selalu dengan petunjuk Mu Ya Rabb...

Sabtu, 05 April 2014

Biarlah

Biarlah tinta di dalam pena tetap bergejolak
Biarlah langit tetap bergemuruh
Biarlah air di lautan tetap berdesir keras

Jika kau tau ada yang ingin tinta tuliskan,
jika kau tau ada yang ingin langit teteskan
jika kau tau ada yang ingin laut teriakkan

dan jika kau tau ada hati yang memberontak, kejam! keras! koyak! ingin berteriak.

Tapi
Aku seperti pawang hujan yang tak dapat menurunkan hujan.
Aku seperti pujangga yang kehilangan kata.
Aku seperti lampu yang tak bisa menyala.
Aku seperti kaki yang tak mampu meninggalkan jejak.
Aku seperti pilot yang tak dapat menerbangkan pesawat.
Lumpuh.

Nyatanya
tak ada satupun kata yang tertulis oleh tinta
bahkan langit tak meneteskan apapun
dan jika kau tau laut bahkan kini tak berbuih.
Bisu.

Tapi biarlah.
Biarlah semuanya tetap seperti itu.
Biarlah semuanya tak terkatakan.

Kau tahu apa itu?
Apa itu yang tak sanggup tinta tuliskan,
Apa itu yang tak sanggup langit teteskan,
Apa itu yang tak sanggup laut teriakkan?

Kau tahu apa itu?
Apa itu yang membuatku bisu.
Apa itu yang membuatku lumpuh.

adalah cinta.

:::)(:::

Tuhan.
Kau sungguh bijaksana..
Membuat peraturan untuk langit agar tetap menjadi langit
Membuat peraturan untuk bumi agar tetap menjadi bumi.
Membuat peraturan untuk gunung agar tetap menjadi gunung.
Kau pun buat peraturan untukku.
Jadikan aku kuat seperti langit, teguh seperti bumi, tegar seperti gunung.

ia yang keras namun tiba-tiba menjadi lembut, hati,
namun ia juga bisa melakukan sebaliknya.

Ya Muqollibal Qulub, Tsabit qalbi 'alaa diinik.
Rabbishrahli sodri wayassirlii amrii, wahlul 'ukdzatammillitsani, yafqohu qowli.

-terimakasih Dii-

 
Design by Wordpress Templates | Bloggerized by Free Blogger Templates | Web Hosting Comparisons