Sabtu, 27 Oktober 2012

Kisah Pisau Kecil (MasyaAllah, Ramahnya Orang Jawa)


Bismillah, siapa lagi yang berhak dipuji atas semua ini, selain Allah.

Hari Idul Qurban tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Lebih merasakan bagaimana menjadi mahasiswa, yang ternyata tak bisa apa-apa. Main komputer? OK. Presentasi? OK. Diskusi? OK. Klak klik sana-sini? hidup mahasiswa banget. Giliran suruh bantu-bantu di lapangan? Apa yang mau di klik? kagag ada! ini kenapa butuh politik praktis, gag cuma politik moralis (lho?). Ya bener, harus belajar praktisnya juga, gag hanya teori formalis.

Di Idul Qurban kali ini, solat Ied nya ikutan yang di KulonProgo, daerah mBulu, subhanallah, pemandangannya keren banget. Nah, di saat mau bantu-bantu di momen pemotongan dan pembagian daging Qurban, pengennya si sebagai mahasiswa kreatif dikit lah, pinjem pisau ke rumah warga terdekat (nyatanya jarak rumah satu ke rumah lain jauhnya, pake nanjak nurun pula). Kenapa harus pinjam pisau? Karena gag ada anak Tata Boga di sana yang biasanya bawa-bawa pisau berbagai bentuk kemanapun mereka pergi. Dan juga, karena pisau yang ada di TKP sudah terpakai semua.

Yap, pengennya kreatif, tapi bisa dibilang itu cukup kreatif kan? Ya anggap saja cukup.
Percakapan saat pinjam pisau:

Saya: "Nuwun sewu buuu (dengan suara keras dari kejauhan niru kebiasaan aseli orang Jawa, bersapa meski jarak begitu jauh, emm!)"

Ibuknya: "Oh nggih mbak" (dengan sopannya aseli orang Jawa, tak lupa senyum simpulnya)"--> Sambil menangguhkan waktu untuk menjemur pakaiannya untuk menemuiku

Saya: "Ngapunten Bu, emmm, anu ajeng ngampil peso (aku kagak tau bahasa lain selain peso) kagem ngiris-iris daging teng ngandap (masjid), enten boten geh Bu?" (dengan kemampuan bahasa seadanya)

Ibuknya: "Oh nggih sekedap mbak, tak tilikane" masuk sebentar kemudian, "NIKI MBAK, WONTENE NAMUNG SAKTUNGGAL NIKI, tur nggeh boten pati landep (aduh susah nginget redaksi aseli nya :D halus banget pokoknya)

**************************************************************
CATATAN: Ibuknya bilang hanya ada satu pisau, kita lihat cerita lanjutnya.
**************************************************************

Saya: "Oh boten nopo Buk, kersane mangke diasah wonten mriko." (sambil mikir, ini bahasa ku bener kagag)

Ibuknya: "Oh nggih mbak"

Saya: "Nuwun nggeh Buk."

Ibuknya: "Nggih, nggih."

Saya: ngeloyor pergi dengan hati gembira mendapatkan sebuah pisau dengan penanda karet gelang. Lalalala

=========================================================
KEGIATAN BERLANGSUNG SEHARIAN PENUH KEASIKAN, dan SEMOGA MEMBAWA BERKAH. Lalalala
=========================================================

Sorenya dengan panik mencari pisau yang kupinjam, dan tidak kutemukan,  lalu segera naik ke jalan untuk menuju rumah ibuknya tempat aku pinjem pisau.
*dagdigdug*

Saya: "Assalamualaikum," *toktoktok*

Ibuknya: *terdengar suara berlari, dan terlihat sesosok ibuk tua dari pintu belakang.

Saya: "Ngapunten ibuk, wau pesone pun wangsul dereng nggeh buk?" (sambil mikir, emang itu peso bisa pulang sendiri? Jalan? Ih ngeri! Aduh salah prolog nih, efek degdegan)

Ibuknya: "Oh dereng mbak."

Saya: *haduh! bener kan tu peso gag bisa pulang sendiri!

Ibuknya: *Belom sempat aku menimpali, ibuknya bilang, "Nek misale boten kepanggih boten nopo mbak,"

Saya: *W A W --> berharap si, tapi tetep merasa bersalah
"Niki wau ketlisut buk,"

Ibuknya: "Nggih boten nopo-nopo mbak (dengan nada penekanan yang lebih, seperti seorang bisnisman menyenangkan hati kliennya).Teng mriko kan kentunan tiyang kathah.
Boten nopo, boten sah dipadosi, NAMUNG PESO ALIT MEN, TENG MRIKI TASIH KATHAH (nah lo!)

Saya: *Haduh ???

=========================================================
CATATAN: Ibuknya bilang kalo pisau di rumahnya masih banyak
=========================================================

$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$
Nah, dari sekilas percakapan dengan banyak seleksi dan koreksi serta edit di atas, maksud yang ingin saya sampaikan adalah:Orang Jawa itu terkenal sekali dengan M E T O D E basa basinya, mereka itu luar biasa! Itulah kenapa orang Jawa terkenal sekali dengan keramahannya. Dimana mereka memiliki rasa itsar (mendahulukan orang lain) yang sangat tinggi. Mereka sangat sosialis lah pokoknya. Bisa merasakannya sendiri.

Dan dengan kisah pisau kecil (yang sebenarnya gag kecil, nah ini juga metode orang Jawa ni, merendahkan diri), dengan kisah ini ketika di awal ibuknya mengatakan bahwa pisau yang ada di rumahnya tinggal yang satu itu, itu adalah sebuah kerendahan hati yang luar biasa, kenapa? karena ibuknya bilang bahwa, "Niki mbak, wontene namung satunggal niki" kalimat itu menandakan penyesalan dari ibuknya bahwa ia hanya memiliki satu pisau, ia tidak bisa meminjamlan pisau yang lebih banyak lagi.

Dari kisah itu, ketika di awal merendahkan diri dengan kalimat di atas, kemudian setelah saya menghilangkan pisaunya, ibuknya menolak untuk saya mencari pisaunya, dengan kalimat, "boten sah dipadosi". Saya tersentak dengan jawaban itu, Ya Allah, ini orang kelewatan baiknya. Dan kalimatnya dilanjutkan dengan kalimat, namung peso alit men, boten nopo mriki tesih wonten kathah". Ibuknya bilang pisaunya masih banyak di rumah! Ya Allah, ibuknya tuh ya, tulusnya minta ampun. Saya tau persis, ketika orang jawa mengatakan sesuatu itu ada atau ia punya, itu sebenarnya mengada-adakan. Entah sebenarnya di rumah ada banyak pisau atau gag, tapi pasti diada-adakan. Bukan! Bukan sebuah bentuk upaya berbohong. Bukan. Tapi itu adalah upaya menyenangkan hati orang yang diajak bicara.

Seperti halnya ketika seorang Jawa menawarkan makanan, "Ayok makan di tempatku" (versi Indonesia), sebenarnya kalimat itu tidak serta merta berarti di rumah ada makanan. Tapi ketika benar yang diajak itu mau makan, maka akan dicarikan makanan agar bisa makan ditempatnya. Jadi itu bukan sebuah kebohongan.

Subhanallah, mereka itu luar biasa, ramah, itsar, srawung, dan selalu menyenangkan untuk diajak berbicara.

0 comments:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Templates | Bloggerized by Free Blogger Templates | Web Hosting Comparisons