Selasa, 13 Agustus 2013

Mau Belok? Riting Dulu Mas Brooo :D

Bismillah,

Masih heran, selama hidup bertahun-tahun, untuk mengambil satu pelajaran saja rasanya sulit juga. 20 tahun lebih, untuk sekadar belajar menentukan arah hidup saja masih perlu banyak pertimbangan. Sudah berkepala dua, pengambilan keputusan sudah menjadi GAWE sendiri, padahal sebelumnya, segala sesuatu masih menjadi gawe orang tua. Mungkin orang tua sudah memberikan kepercayaan tersendiri untuk tubuh yang sudah besar ini.

Hidup ini kita simulasikan sebagai perjalanan mengendarai motor. Kita sedang mengendarai motor (katakanlah) di jalan Solo, jalan lintas Jogja Solo yang selalu ramai. Kita hendak parkir di kanan jalan. Sejatinya kita tahu, tempat kita berkumpul dengan teman-teman satu rombongan masih jauh lurus ke arah depan, belum seharusnya kita parkir, namun ceritanya kita nekat parkir. Apa yang harus kita lakukan? Memberikan riting! pelan-pelan setelah memberikan riting, maka yang selanjutnya adalah menyeberang.

Ada beberapa kemungkinan ketika kita memberikan riting kanan.

Kemungkinan pertama adalah ada banyak orang yang membunyikan klakson di belakang kita, karena kita sedang berada dalam rombongan. Maksud mereka (rombongan) supaya kita tidak terpisah. Dan kita tidak jadi parkir. Atau tetap memilih nekat untuk parkir.

Kemungkinan kedua, kita sudah berhasil menyeberang, namun tukang parkir tidak menghendaki kita parkir di sana, jadi kita diminta untuk tetap lurus. (Gagal parkir, lagi)

Kemungkinan ketiga, kita menyeberang tanpa halangan, dan mendapat tempat parkir yang nyaman sesuai dengan keinginan.

Saya tetap membenarkan keinginan kita untuk 'parkir', dengan catatan, keinginan kita beralasan, mungkin bensin yang hampir habis dan hendak beli bensin di tepi, atau sekalian mampir beli sesuatu yang jaraknya tak jauh dari situ, atau dengan alasan yang lain.

Ketiga kemungkinan itu bukan perkara kita, bukan kita yang mengurusi, subyeknya adalah orang lain. Sedangkan yang menjadi maslahat kita adalah USAHA kita. Usaha yang kita lakukan untuk memberikan riting. Usaha yang kita lakukan untuk berjalan pelan-pelan, supaya memberikan kesempatan bagi pengendara lain untuk menyalip lewat kiri. Serta usaha kita untuk menyeberang  ke kanan, itu yang menjadi maslahat kita.

---

Pada akhirnya jika kita pindahkan sudut pandang kita dari perjalanan naik motor menjadi kehidupan nyata kita, maka kita akan memiliki cerita seperti berikut ini.

Kehidupan. Penuh dengan pilihan, penuh dengan pertimbangan pengambilan keputusan.
Ketika orang-orang di sekeliling kita (rombongan) menginginkan kita untuk seperti ini dan seperti itu, sedangkan kita memiliki pilihan tertentu yang tidak sesuai dengan apa yang merekan inginkan. Inilah PROBLEMATIKA. Seperti halnya kasus perjalanan kita ketika akan parkir menyeberang ke kanan, padahal rombongan baru akan parkir di depan.

Lalu apa yang harus kita lakukan jika terjadi problematika seperti itu? Komunikasi. Ya benar, komunikasi.
Bagi kalian yang pernah mengalami problematika hidup seperti itu, saya rasa jalan keluar yang utama adalah KOMUNIKASI. Ini bukan analisis teoritis belaka, tapi saya pun sudah mengalaminya dan mempraktikkannya. Lalu komunikasi yang bagaimana? Komunikasi semacam RITING itu tadi. :)

Ada orang yang memilijh ikut saja dengan keinginan orang sekitarnya (tidak jadi menyeberang), ada juga yang mengambil keputusan ekstrim dengan mengikuti keinginan pribadi, tanpa menghiraukan keinginan dan harapan orang-orang sekitar, padahal orang sekitar juga pasti punya alasan yang matang ketika menginginkan kita untuk seperti ini adan seperti itu (yang ini berhasil menyeberang paksa).

Menurut saya ya jangan seperti itu laaah, jangan manut saja menuruti orang sekitar, padahal kita punya keinginan, tapi juga jangan egois dengan keinginan individual kita sendiri.

KOMUNIKASI! RITING!

Kita harus mempertahankan keinginan kita, keinginan dan kemauan yang kita punya! Jelas! Harus! Tapi dengan cara yang cantik. Cara yang sopan. Cara yang tidak menyakiti siapapun, tidak mereka, dan tidak diri kita. Lalu bagaimana caranya? 

Riting!

Ketika kita memiliki keinginan, berilah riting. Berilah tanda. Tanda jika kita benar-benar menginginkan keinginan itu, riting kanan ketika akan menyeberang ke kanan adalah tanda bahwa kita benar-benar menginginkan untuk berbelok. Perkara apakah selanjutnya kita diklakson, itu perkara nanti. Perkara apakah nanti kita dimarahi, perkara nanti. Bukankah kita sedang mencoba.

Toh ketika kita sedang menyalakan riting, kita tidak langsung menyeberang, kita tidak langsung membelok, tapi kita berjalan pelan-pelan. Itu juga masuk dalam usaha kita. Ketika kita sudah memberikan tanda atas kesungguhan kita, maka yang harus kita lakukan adalah menunjukkan usaha kita, bersungguh-sungguh. Tidak secara spontan, dengan gertakan, atau dengan memberikan kejutan dengan langsung berbelok, melainkan kita tunjukkan pelan-pelan.

Lalu kita analogikan tukang parkir itu sebagai Tuhan. Tukang parkir yang menentukan apakah kita bisa parkir atau tidak setelah kita menyeberang. Tuhan lah yang menentukan hidup kita, apakah keinginan kita akan tercapai atau tidak sama-sekali.

Maka riting (memberikan tanda, sinyal) adalah bentuk komunikasi cantik dari kita kepada orang-orang di sekeliling kita, kalaupun keinginan kita tidak disetujui, tapi kita sudah mendapat tempat parkir, mau bagaimana lagi. Toh sudah terlanjur parkir :D

Ya sudah, yang penting apa yang menjadi pilihan kita adalah hal yang baik, buka hati untuk tetap mendapat saran dan kritik dari orang-orang di sekitar kita. Dan kalau sudah berhasil parkir, maka kita harus bertanggung jawab untuk tindakan yang kita lakukan selanjutnya. Dan jangan lupa berkomunikasi dengan Tuhan, utarakan keinginan dan alasan kita. Semoga dimudahkan parkir :)

_Diana Azhar_


0 comments:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Templates | Bloggerized by Free Blogger Templates | Web Hosting Comparisons