Minggu, 21 Oktober 2012

Pendidikan dari Kacamata Mahasiswa Semester Tiga

Bismillah, semoga Allah memberi ridho Nya di setiap gores tinta (eh sekarang dah gag pake tinta)
di setiap tik-tik tuts kesayanganku ini :)

Ternyata setelah mendapat gelar mahasiswa, baru terasa seperti apa siswa yang sebenarnya, merasa selama ini sistem pendidikan di Indonesia agak aneh, mau mengatakan bahwa sistemnya buruk atau gagal, saya gag punya parameter yang empiris (dapat dibuktikan), karena Pemerintah memiliki politik data, tak bisa sembarangan kita mengatakan pemerintah itu gagal. Ya, ini hanya subjektivitas seorang mahasiswi semester 3.

Selama SD-SMP-SMA, banyak sekali ilmu yang masuk ke otak saya, saya bersyukur paling tidak, ada banyak pengetahuan yang bisa saya pelajari untuk mengasah segalanya. Tapi kemudian, lepas dari SMA, dididik di luar rumah (bahkan sangat jauh dari rumah) untuk bertahan hidup tanpa orang tua. Dan tak ada ilmu di SD, SMP, atau bahkan SMA yang mengajari saya tentang semua itu, jadi apalah artinya ketika kepandaian yang saya miliki tentang ilmu fisika, matematika, bahkan kemampuan Bahasa, tidak diimbangi dengan ilmu bertahan hidup dan ilmu kemasyarakatan. Betapa terlihat bahwa sistem pendidikan di Indonesia sangat mengejar ketercapaian IQ dan tidak disertai target ketercapaian Social ataupun Emotional Quation.

Hingga akhirnya, banyak Mahasiswa baru yang kemudian menyesuaikan dengan cepat di lingkungan kampus yang jauh dari orang tua karena tuntutan, namun kecepatan tuntutan itu tidak diimbangi kecepatan ilmu. Banyak mahasiswa yang hanya berkutat dengan kampus dan kost. Selain itu, waktu selebihnya digunakan sekedar untuk: menghabiskan uang kiriman di mall, pusat perbelanjaan, pusat pariwisata, atau pusat jajanan alias makanan.

Banyak sikap materialisme dan sikap hedonisme yang muncul di kepribadian mahasiswa Indonesia tak lepas dari didikan yang tidak tepat pada jenjang-jenjang sebelumnya. Katakanlah, pendidikan yang sedang kita bahas adalah pendidikan dalam arti sempit, yaitu pendidikan yang terdapat di instansi resmi pemerintah yaitu: sekolah.

Pada jenjang sebelum jenjang Pendidikan Tinggi, siswa terus 'dicekoki' dengan ilmu-ilmu eksak, kemudian 'ditandingkan' kemampuannya melalui tes yang menjadi momok bagi tiap siswa yaitu: Ujian Nasional. Karena kemampuan EQ dan SSQ yang tidak ditanamkan dengan serius sejak awal, maka wajar saja para siswa menganggap bahwa ujian nasional adalah momok yang menakutkan dan kecurangan-kecurangan dari yang kecil hingga yang besar tak segan untuk dilakukan, untuk mendapatkan selembar ijazah. Itu yang mereka pikirkan, selembar ijazah bukan lembaran ilmu.

Setelah masuk di pendidikan tinggi, banyak sekali pelajaran yang bisa saya ambil. Saya menyadari bahwa pendidikan di kelas itu sangat sempit, dan sedangkan dunia sangat luas. Banyak ilmu yang saya dapatkan di luar kelas, dengan tidak mengesampingkan ilmu yang didapat di dalam kelas. Penanaman dan pengajaran tentang SSQ, EQ, itu sangat terasa di luar kelas. Meski pengajaran tentang softskills itu terbilang terlambat, namun tidak dapat dipungkiri bahwa semua itu sangat bermanfaat. Tentang hal kecil saja, tentang bagaimana berinteraksi dengan masyarakat berbagai lapisan, dari mulai pemulung hingga pelobi ulung. Dari mulai pedagang asongan sampai pihak birokrasi perkuliahan, semua didapatkan di luar kelas. Juga ilmu yang berkaitan dengan survival, dimana diri sendiri diajari untuk dapat bertahan hidup jauh dari orang tua, tidak hanya dari segi finansial, namun dari segi mitivasi, segi keagamaan, bagaimana mempertahankan apa yang sudah diajarkan orang tua agar tetap dapat dijunjung tinggi meski sudah jauh dari mereka.

Namun dunia luar kelas yang seperti apa yang bisa memberikan pelajaran seperti itu?

Dunia yang memiliki lingkungan yang baik. Dimana setiap waktunya diisi dengan hal-hal manfaat. Banyak wadah, seperti kegiatan intra kampus, maupun ekstra kampus, yang bisa memenuhi kebutuhan yang tidak diajarkan di dalam kelas.


Pendidikan semacam itu yang belum saya temukan di dalam kelas, dalam artian dalam kurikulum yang dirancang pemerintah.

Semoga bisa menjadi koreksi kita bersama sebagai praktisi pendidikan di kampus pendidikan dan dimanapun. Amin

_Diana Azhar Al Rasyid_

0 comments:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Templates | Bloggerized by Free Blogger Templates | Web Hosting Comparisons