Rabu, 12 Agustus 2015

Menyikapi Tema OSPEK UNY 2015: Guru Bangsa

Guru Bangsa, saya sumringah mendengar frasa tersebut. Terdengar elegan, dan penuh heroisme. Dulu, saat saya sedang surfing di internet, mencari tahu tentang OSPEK di beberapa universitas, untuk membandingkan OSPEK yang ada di UNY dan OSPEK yang ada di luar UNY, saya mengalami kebingungan.

Kebingungan itu terjadi karena saya merasa bahwa OSPEK yang ada di UNY sama saja dengan OSPEK yang ada di universitas lain. Seperti tidak memiliki keistimewaan. Saat surfing tersebut, saya menemukan bahwa di salah satu kampus besar di Indonesia bagian barat, euforia nya sangat tinggi. Dan kebanggaan para mahasiswa barunya di universitas tersebut meletup-letup, banner terpasang menyambut mereka, "Selamat datang mahasiswa baru, di kampus terbaik"

Mengapa hal itu tidak juga dilakukan di UNY? Membuat mahasiswa barunya merasa memiliki rasa kepemilikan yang besar terhadap kampusnya, bangga terhadap kampusnya. Inilah UNY, kampus nya para guru, kampus nya para pendidik, kampus istimewa, maka dibutuhkan suplemen khusus bagi mahasiswa baru untuk bangga terhadap kampusnya, kampus biru. Tapi suplemen yang bagaimana? Sampai saat itu saya hanya bisa bertanya dan bertanya.

Akhirnya, tahun ini, kabar gembira terdengar di telinga, frasa hebat, frasa penuh makna, frasa yang sangat menggambarkan kampus kami tercinta, GURU BANGSA. Frasa itu langsung membius saya, ya ini kampus saya, kampus para GURU BANGSA! Saya menemukan keistimewaan UNY di OSPEK tahun ini. Meski sayang, saya tidak terlibat lagi di kepanitiaan OSPEK, tapi buat saya ini adalah kabar gembira bagi para maba UNY, suplemen awal bagi mereka untuk merasakan atmosfer kampus pendidikan ini sejak awal mereka menginjakkan kaki di kampus, sejak OSPEK. Kalian beruntung, Dik.

Selamat datang di kampus tercinta, UNY! Selamat datang para pemimpin masa depan! Selamat datang pewaris peradaban!

Dilihat dari susunan frasa "GURU BANGSA" seperti nya panitia penyelenggara memiliki maksud dan tujuan untuk OSPEK tahun 2015 ini, namun terlepas dari maksud yang mereka tuju, saya menyatakan bangga dengan frasa yang dipilih oleh panitia dan saya punya argumen tersendiri tentang susunan dua kata tersebut.

Meskipun kami berkuliah di universitas yang dulunya adalah IKIP yang kental dengan ilmu kependidikan atau ilmu keguruannya, bukan berarti seluruh yang ada di universitas kami adalah calon guru (secara profesi), karena terdapat beberapa jurusan yang notabene adalah jurusan ilmu murni (non keguruan). Untuk itu, frasa GURU BANGSA ini tidaklah bisa dimaknai secara denotasi (atau pemaknaan apa adanya). Guru di dalam frasa ini bukan menunjukkan guru sebagai profesi, namun GURU dalam frasa ini adalah GURU SEBAGAI JIWA. Setiap mahasiswa di UNY haruslah memiliki jiwa seorang GURU, seorang PENDIDIK, meskipun ia bukan berprofesi sebagai guru.

Inilah hal yang harus digaris bawahi dengan tebal oleh semua orang, makna guru sebagai jiwa, bukan sebagai profesi. Lalu bagaimana cara memaknai kata guru sebagai jiwa?

...bersambung ke: 
http://ihtisyamah.blogspot.com/2015/08/guru-bangsa-menjawab-permasalahan-dasar.html

0 comments:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Templates | Bloggerized by Free Blogger Templates | Web Hosting Comparisons